Mengerti.id - The Great Flood merupakan film fiksi ilmiah bencana Korea Selatan yang memadukan ketegangan visual dengan pertanyaan filosofis tentang kemanusiaan. Film ini disutradarai oleh Kim Byung woo dan menampilkan nuansa distopia yang emosional.
Dibintangi oleh Kim Da mi dan Park Hae soo, film ini tidak hanya menampilkan bencana alam berskala global. Cerita berfokus pada hubungan ibu dan anak di tengah kehancuran dunia.
Sekilas, film ini tampak seperti kisah bertahan hidup dari banjir besar yang melanda bumi. Namun, semakin mendekati akhir, narasi berkembang menjadi refleksi tentang memori, cinta, dan eksperimen kemanusiaan.
Tak heran jika ending The Great Flood menimbulkan banyak pertanyaan dan diskusi. Penjelasan berikut membantu memahami makna tersembunyi di balik penutup film ini.
Penjelasan Ending Film The Great Flood
1. Alasan Sebenarnya di Balik Banjir Besar
Banjir dalam The Great Flood bukan sekadar bencana alam biasa yang terjadi secara acak. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari kepunahan planet akibat tabrakan asteroid dan keruntuhan lingkungan global.
Namun, banjir yang dialami An na sebenarnya bukan kejadian nyata yang berlangsung saat itu. Semua peristiwa tersebut adalah simulasi yang terus berulang dan dirancang secara sengaja.
Simulasi ini dibuat untuk mereplikasi hari terakhir An na bersama anaknya. Banjir menjadi simbol kehilangan dunia sekaligus kegagalannya menyelamatkan Ja in.
Dengan mengulang trauma tersebut, sistem ingin menguji apakah emosi sejati bisa muncul dalam kondisi ekstrem. Banjir berubah menjadi ujian, bukan sekadar kehancuran.
2. Identitas Ja in dan Proyek Emotion Engine
Ja in bukanlah anak manusia biologis seperti yang terlihat sepanjang film. Ia adalah makhluk buatan hasil proyek ilmiah bernama Emotion Engine.
Proyek ini bertujuan menciptakan manusia baru yang mampu mewarisi emosi sejati. Tubuh dapat direkayasa, tetapi emosi hanya bisa tumbuh melalui pengalaman.
An na memilih membesarkan Ja in layaknya anak sungguhan. Dari situlah Ja in belajar cinta, ketakutan, harapan, dan kehilangan.
Berbeda dengan An na, Ja in menyimpan memori emosional dari setiap siklus simulasi. Ingatan bawah sadarnya menjadi bukti keberhasilan eksperimen tersebut.