Siapa Pencipta Sholawat Badar? Raih Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma di Hari Kemerdekaan Indonesia

photo author
- Jumat, 16 Agustus 2024 | 09:46 WIB
Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Joko Widodo untuk pencipta Sholawat Badar. (Instagram/@banyuwangi_kab)
Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Joko Widodo untuk pencipta Sholawat Badar. (Instagram/@banyuwangi_kab)

Mengerti.id – Menjelang hari Kemerdekaan Indonesia, pemerintah RI memberikan tanda kehormatan untuk pencipta Sholawat Badar, yaitu Kiai Ali Manshur Siddiq.

Dimana penghargaan tersebut adalah Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Dilansir dari NU Online pada 14 Agustus 2024, Putra bungsunya yang bernama Saiful Islam Ali mengungkapkan bahwa ia akan berangkat ke Jakarta untuk mendampingi kiai Syakir.

Putra sulung yang ditetapkan sebagai ahli waris akan menerima penghargaan tersebut.

Baca Juga: Gelar Pahlawan Nasional untuk 13 Tokoh NU, Siapa dan Mengapa Mereka Diakui? Salah Satunya KH Hasyim Asy'ari

Gus Saiful menyampaikan rasa bahagianya setelah mengetahui hal tersebut, yang menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian terhadap nilai-nilai keislaman.

Perlu diketahui bahwa Sholawat Badar, yang diciptakan oleh KH Ali Manshur di Banyuwangi pada tahun 1962, telah resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTBI).

Hal tersebut tertulis di sertifikat Nomor 2194/F4/KB.08.06/2022 yang diterbitkan pada 21 Oktober 2022.

Profil KH Ali Manshur Shiddiq

Kiai Ali Manshur Siddiq lahir di Jember pada 23 Maret 1921 sebagai putra dari KH Manshur bin KH Shiddiq dan Sofiyah binti KH Basyar.

Kakeknya, KH Siddiq, adalah seorang ulama besar yang melahirkan banyak tokoh ulama terkenal, seperti KH Mahfudz Siddiq, KH Ahmad Siddiq, dan KH Abdul Hamid atau Mbah Hamid Pasuruan.

Dari jalur kakeknya, ia terhubung dengan Pangeran Sayyid M Shihabuddin Digdoningrat atau Mbah Sambu Lasem, keturunan Sayyid M Hasyim dan Sayyid Abdurrahman Basyaiban atau Sultan Mangkunegara III.

Hal ini membuat KH Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, memanggil Kiai Ali Manshur dengan sebutan habib, gelar khusus untuk keturunan Rasulullah.

Ia menghabiskan masa kecilnya di desa kelahiran ibunya di Tuban, di mana ia melanjutkan pendidikannya di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Termas di Pacitan, Pesantren Lasem, Pesantren Lirboyo di Kediri, dan Pesantren Tebuireng di Jombang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Iksan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X