Mengerti.id - Kabar duka menyelimuti Yogyakarta setelah seorang mahasiswa, Rheza Sendy Pratama, meninggal dunia saat mengikuti aksi demonstrasi.
Rheza meninggal pada Minggu pagi, 31 Agustus 2025, ketika aksi berlangsung di depan Mapolda DIY. Kepergian pemuda ini langsung memicu rasa duka mendalam dari berbagai kalangan.
Jenazahnya dimakamkan di TPU Sasanalaya Jatisari, Mlati, Sleman. Ratusan pelayat, mulai dari mahasiswa hingga aktivis, turut mengiringi prosesi pemakaman tersebut.
Peristiwa ini membuat nama Rheza menjadi sorotan publik, meski sebelumnya ia bukan sosok figur publik. Kehilangan mendadak ini menghadirkan luka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan civitas akademika Amikom.
Profil Rheza Sendy Pratama
Rheza Sendy Pratama merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta. Ia baru memulai kuliah sebagai angkatan 2023 dan dikenal aktif dalam kehidupan kampus.
Meski usianya baru 21 tahun, ia telah meninggalkan kesan positif bagi teman-temannya. Sosoknya digambarkan ramah, dekat dengan sahabat, dan memiliki semangat besar dalam menempuh pendidikan.
Jenazah Rheza sempat disemayamkan di rumah duka di Jaten, Sendangadi, Mlati. Tangisan keluarga dan kerabat pecah ketika jenazah tiba menggunakan mobil jenazah.
Salat jenazah digelar sebelum pemakaman sebagai bagian dari penghormatan terakhir. Prosesi tersebut menegaskan bahwa almarhum merupakan seorang muslim.
Universitas Amikom Yogyakarta turut menyampaikan belasungkawa melalui akun resminya. Ucapan duka itu dibanjiri komentar simpati dari mahasiswa, dosen, dan alumni.
Forum BEM se-DIY juga menuliskan doa khusus bagi Rheza. Mereka menyebut kepergiannya sebagai kehilangan besar bagi gerakan mahasiswa di Yogyakarta.
Penyebab Kematian Menjadi Kontroversi
Meski duka mendalam masih terasa, penyebab pasti meninggalnya Rheza masih menjadi tanda tanya. Forum BEM DIY menyebut bahwa ia menjadi korban tindakan represif aparat.
Menurut keterangan mereka, Rheza sempat terjatuh akibat gas air mata. Namun, alih-alih mendapat pertolongan, ia justru dikelilingi aparat hingga akhirnya tak tertolong.
Pernyataan ini menimbulkan gelombang kritik di media sosial. Banyak pihak menilai ada dugaan pelanggaran serius dalam penanganan aksi demonstrasi tersebut.
Komnas HAM pun turut angkat bicara dan mendesak adanya investigasi independen. Lembaga sipil lain juga ikut menekan agar kebenaran diungkap secara transparan.