Mengerti.id - Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Sarwo Edhie Wibowo pada 10 November 2025 di Istana Negara Jakarta.
Penganugerahan ini menjadi bentuk penghormatan atas dedikasi dan jasanya dalam perjuangan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sarwo Edhie dikenal luas sebagai tokoh militer yang memegang peranan penting dalam sejarah Indonesia. Salah satu jasanya yang paling menonjol adalah perannya dalam menumpas Pemberontakan Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).
Dalam acara tersebut, keluarga yang diwakili oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) turut hadir dan menyampaikan rasa syukur. Mereka menilai gelar ini sebagai bentuk penghormatan sekaligus pengingat untuk melanjutkan semangat perjuangan beliau.
Gelar ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK Tahun 2025 bersama dengan penghargaan kepada sepuluh tokoh bangsa lainnya.
Sebagaimana dikutip Mengerti.id dari berbagai sumber, berikut profil dan biodata lengkap Sarwo Edhie Wibowo.
Profil Sarwo Edhie Wibowo
Sarwo Edhie Wibowo lahir di Desa Pangenjuru, Purworejo, Jawa Tengah, pada 25 Juli 1927. Ia merupakan anak dari pasangan Raden Kartowilogo dan Raden Ayu Sutini yang dikenal sebagai keluarga PNS berdarah bangsawan.
Sejak muda, Sarwo Edhie menunjukkan ketertarikan pada dunia kemiliteran dan bela diri. Ketika Jepang menguasai Indonesia pada 1942, ia berangkat ke Surabaya untuk mendaftar sebagai prajurit Pembela Tanah Air (PETA).
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Sarwo Edhie bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Langkah itu menjadi awal dari karier panjangnya di dunia militer yang penuh dedikasi.
Ia kemudian diangkat menjadi Komandan Batalion di Divisi Diponegoro pada 1945 hingga 1951. Setelahnya, ia dipercaya sebagai Komandan Resimen Divisi Diponegoro hingga 1953.
Karier Militer dan Perannya dalam Sejarah
Sarwo Edhie dikenal luas sebagai pemimpin pasukan RPKAD (sekarang Kopassus) pada tahun 1960-an. Dalam periode itu, ia berperan besar dalam operasi penumpasan Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).
Namanya mencuat karena kepemimpinannya yang tegas dan loyal terhadap komando saat menghadapi ancaman terhadap stabilitas negara. Ia dikenal dekat dengan Soeharto, yang saat itu menjadi tokoh penting dalam upaya pemulihan keamanan nasional.
Selain memimpin RPKAD, Sarwo Edhie juga ditugaskan Soeharto untuk memulihkan keadaan pasca tragedi G30S. Ia turut mengawasi berbagai operasi di daerah-daerah yang dianggap menjadi basis simpatisan PKI.
Setelah masa tersebut, kariernya terus menanjak dan ia dipercaya menempati sejumlah posisi strategis. Beberapa di antaranya adalah Gubernur Akademi Militer (AKABRI), Ketua BP-7 Pusat, dan Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan.