Mengerti.id - F-Droid, repositori aplikasi open-source Android yang telah melayani pengguna selama 15 tahun, mengeluarkan peringatan mendesak pada akhir pekan ini. Mereka menilai aturan baru Google tentang verifikasi pengembang berpotensi mengakhiri toko aplikasi alternatif dan praktik sideloading di perangkat Android.
Menurut laporan The Register pada Senin 29 September 2025, kebijakan Google yang akan berlaku pada September 2026 ini mewajibkan semua pengembang aplikasi untuk mendaftar menggunakan identitas resmi pemerintah. Selain itu, pengembang juga diwajibkan memberikan pengenal aplikasi, sehingga Google akan menjadi pengendali utama distribusi aplikasi Android, terlepas dari metode distribusi yang digunakan.
Di bawah aturan baru tersebut, setiap aplikasi Android harus terhubung dengan identitas pengembang yang telah diverifikasi. Prosesnya mengharuskan pengembang menyerahkan data pribadi, termasuk nama lengkap, alamat, nomor telepon, serta dokumen identitas resmi kepada Google.
Untuk organisasi, persyaratan lebih jauh lagi mencakup dokumen registrasi bisnis serta situs web yang telah diverifikasi. Kebijakan ini akan pertama kali diberlakukan di Brasil, Indonesia, Singapura, dan Thailand pada September 2026, sebelum diterapkan secara global pada 2027.
Marc Prud'hommeaux, anggota dewan F-Droid, menyatakan secara tegas bahwa "dekret registrasi pengembang akan mengakhiri proyek F-Droid dan sumber distribusi aplikasi open-source lainnya seperti yang kita kenal sekarang".
F-Droid menjelaskan bahwa mereka tidak bisa mewajibkan pengembang open-source untuk mendaftar ke Google. Selain itu, mereka juga tidak bisa mengambil alih pengenal aplikasi yang mereka distribusikan karena hal itu berarti merebut hak distribusi eksklusif.
Repositori nirlaba ini menampung lebih dari 3.000 aplikasi gratis dan open-source, jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan jutaan aplikasi di Google Play Store. Model operasional F-Droid dilakukan dengan memeriksa kode sumber untuk memastikan aplikasi bebas iklan dan pelacak, lalu membangunnya serta menandatangani dengan kunci kriptografi milik mereka sendiri.
Model tersebut kini menjadi tidak kompatibel dengan aturan Google yang mengharuskan pengembang menyerahkan pengenal aplikasi dan kunci penandatanganan langsung ke Google.
Google membela kebijakan ini dengan alasan keamanan. Mereka mengklaim aplikasi sideloaded memiliki kemungkinan terkena malware 50 kali lebih besar dibandingkan aplikasi di Play Store.
Namun, F-Droid membantah alasan tersebut. Mereka menyinggung insiden terbaru di mana malware berhasil menyusup ke 19 juta unduhan di Play Store sendiri. Menurut F-Droid, pendekatan open-source justru memberikan transparansi dan keamanan lebih melalui audit kode komunitas.
F-Droid kini menyerukan agar regulator dan otoritas persaingan usaha menyelidiki usulan Google. Mereka menyebut aturan ini bersifat monopolistik dan merugikan kompetisi.
Peringatan ini datang di saat yang krusial, mengingat Google sedang menghadapi berbagai kasus antimonopoli. Termasuk di antaranya putusan pengadilan federal yang menyatakan Google memegang monopoli ilegal dalam pencarian, serta kasus Epic Games yang berujung pada perintah membuka distribusi aplikasi Android.
Selain itu, kebijakan ini juga berada di bawah sorotan Undang-Undang Pasar Digital (Digital Markets Act) Uni Eropa. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan besar seperti Google untuk mengizinkan pemasangan aplikasi dari sumber alternatif tanpa hambatan buatan. Para pakar hukum menilai bahwa jika sistem baru Google membuat sideloading hampir mustahil dilakukan, perusahaan bisa menghadapi tantangan regulasi serius di Eropa.***