Menkeu Sri Mulyani Samakan Pajak dengan Zakat, IWPI: Keliru Secara Konsep!

photo author
- Kamis, 14 Agustus 2025 | 18:10 WIB
IWPI menilai penyamaan pajak dengan zakat oleh Menkeu Sri Mulyani berpotensi menyesatkan publik. (Gambar Dibuat dengan AI)
IWPI menilai penyamaan pajak dengan zakat oleh Menkeu Sri Mulyani berpotensi menyesatkan publik. (Gambar Dibuat dengan AI)

Mengerti.id – Kontroversi mencuat usai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyamakan kewajiban membayar pajak dengan menunaikan zakat dan wakaf. Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan menilai pernyataan tersebut keliru baik dari sisi konsep maupun praktik.

Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI, Rabu 13 Agustus 2025, Sri Mulyani menyatakan bahwa dalam setiap rezeki dan harta terdapat hak orang lain. Hak itu, kata dia, bisa disalurkan melalui zakat, wakaf, atau pajak.

"Dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, wakaf, ada yang melalui pajak, dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan," kata Sri Mulyani, dikutip dari Youtube Bank Indonesia.

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Alasan Pajak Sama Mulianya dengan Zakat

Ia menjelaskan bahwa pajak digunakan untuk membiayai program sosial pemerintah seperti PKH, bantuan sembako, bantuan modal UMKM, layanan kesehatan gratis, hingga sekolah rakyat.

Sri Mulyani menambahkan, pengelolaan pajak yang transparan dan berkeadilan sesuai dengan prinsip ekonomi syariah. Ia menyebut APBN sebagai instrumen untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah global.

Menanggapi hal tersebut, Rinto Setiyawan menyampaikan keberatan. "Penyamaan pajak dengan zakat adalah keliru secara konsep maupun praktik," tegasnya kepada Mengerti.id, Kamis 14 Agustus 2025.

Ia menjelaskan, zakat memiliki perhitungan sederhana dan transparan, jelas nisab dan mustahiknya, serta langsung diterima penerima manfaat.

"Sebaliknya, sistem perpajakan di Indonesia adalah salah satu yang paling rumit di dunia. Data resmi DJP mencatat ada sekitar 6.145 regulasi (termasuk yang sudah tidak berlaku tapi masih terpampang di situs DJP), dengan puluhan ribu pasal yang harus dipahami wajib pajak," ujar Rinto.

Menurutnya, kerumitan tersebut kerap menimbulkan penafsiran sewenang-wenang oleh oknum, yang bisa berujung pada penyalahgunaan kewenangan.

Rinto juga mengingatkan bahwa pungutan yang dzalim bertentangan dengan nilai-nilai Islam. "Memungut pajak di luar koridor keadilan dan transparansi adalah dosa besar," ucapnya.

Ia menegaskan perbedaan mendasar antara zakat dan pajak. Zakat adalah ibadah dengan landasan syariat, sementara pajak adalah kewajiban administratif dan politis.

"Penyamaan keduanya tanpa penjelasan perbedaan mendasar justru memperkeruh pemahaman masyarakat dan dapat digunakan untuk membenarkan kebijakan fiskal yang memberatkan rakyat," kata Rinto.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X