Mengerti.id - Pemerintah Singapura mengeluarkan ultimatum tegas kepada Meta, perusahaan induk Facebook, untuk meningkatkan perlindungan terhadap iklan dan akun penipuan di platformnya. Menurut laporan Channel NewsAsia, Senin, 23 September 2025, Meta diberi tenggat hingga Selasa, 30 September 2025 untuk mematuhi arahan tersebut atau menghadapi denda berat.
Aturan ini dikeluarkan berdasarkan Online Criminal Harms Act (OCHA), undang-undang yang berlaku sejak Februari 2024. Otoritas Singapura menegaskan bahwa kasus penipuan dengan modus penyamaran pejabat pemerintah di Facebook meningkat tajam sejak pertengahan 2024 hingga 2025.
Dalam arahan terbaru, Meta diwajibkan menerapkan teknologi pengenalan wajah yang lebih canggih serta memprioritaskan peninjauan laporan pengguna terkait iklan dan akun penipuan. Termasuk di antaranya akun palsu, halaman bisnis, hingga profil pribadi yang mengaku sebagai pejabat pemerintah.
Jika Meta gagal mematuhi aturan ini tanpa alasan yang masuk akal, perusahaan berpotensi dikenai denda hingga S$1 juta (sekitar Rp11,4 miliar). Tidak berhenti di situ, denda tambahan sebesar S$100 ribu (sekitar Rp1,14 miliar) per hari dapat dijatuhkan selama ketidakpatuhan masih berlanjut.
Menurut laporan Times of AI, Selasa, 24 September 2025, ini merupakan penerapan pertama kali OCHA terhadap platform media sosial besar. Penegakan ini dinilai menjadi langkah penting untuk menekan tren penipuan daring di Singapura.
Otoritas juga menyoroti lambannya kemajuan Meta dalam menangani penipuan meski telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Pemerintah menekankan bahwa perlindungan pengguna harus lebih diprioritaskan dibandingkan hanya sekadar meningkatkan fitur platform.
Kasus penipuan ini menjadi perhatian publik karena banyak menargetkan warga Singapura dengan menggunakan wajah dan nama pejabat terkenal. Hal ini membuat korban lebih mudah percaya sebelum akhirnya mengalami kerugian finansial.
Menurut Channel NewsAsia, pemerintah menilai tindakan Meta selama ini belum cukup signifikan. Padahal, laporan dari masyarakat terus meningkat, terutama terkait iklan penipuan yang memanfaatkan nama lembaga resmi dan tokoh pemerintahan.
Langkah tegas Singapura ini dipandang sebagai sinyal kuat bagi perusahaan teknologi lain. Pemerintah ingin menegakkan standar tinggi dalam perlindungan konsumen dari tindak kejahatan digital yang semakin kompleks.
Selain pengenalan wajah, Meta diminta mempercepat waktu tanggap terhadap laporan pengguna. Pemerintah menuntut agar laporan mengenai akun penipuan ditangani lebih cepat untuk mencegah kerugian lebih lanjut. Otoritas menambahkan bahwa platform digital memiliki tanggung jawab besar karena menjadi medium utama interaksi masyarakat. Jika perusahaan lalai, maka undang-undang seperti OCHA akan digunakan untuk memberikan sanksi.
Meta sendiri belum memberikan komentar publik yang detail terkait ancaman denda tersebut. Namun, perusahaan sebelumnya menyatakan berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah dalam memerangi konten berbahaya.
Sementara itu, publik menunggu apakah Meta akan mampu memenuhi tenggat waktu 30 September 2025. Jika tidak, perusahaan berpotensi mencetak rekor baru sebagai pihak pertama yang dijatuhi sanksi besar di bawah OCHA.
Pakar keamanan siber menilai, penegakan hukum ini akan menjadi model bagi negara lain dalam menghadapi perusahaan teknologi global. Tekanan finansial diyakini dapat memaksa platform untuk lebih serius menutup celah yang dimanfaatkan penipu.
Dengan adanya aturan ketat ini, pemerintah berharap tren penipuan yang meresahkan masyarakat dapat ditekan secara signifikan. Namun, hasil nyatanya baru akan terlihat setelah tenggat waktu berakhir.***