Pauline Hanson Diskors 7 Hari: 'Pelecehan' Burqa di Parlemen Australia Picu Gelombang Kecaman

photo author
- Rabu, 26 November 2025 | 09:47 WIB
ILUSTRASI: Pauline Hanson menghadapi tuduhan rasisme setelah insiden burqa di Senat, sementara Senat mengecam aksinya sebagai bentuk pelecehan agama. (pixabay)
ILUSTRASI: Pauline Hanson menghadapi tuduhan rasisme setelah insiden burqa di Senat, sementara Senat mengecam aksinya sebagai bentuk pelecehan agama. (pixabay)

Mengerti.id - Senator Australia Pauline Hanson diskors dari parlemen selama tujuh hari sidang berturut-turut setelah mengenakan burqa di ruang Senat sebagai aksi protes untuk menuntut pelarangan burqa dan penutup wajah lain secara nasional di ruang publik. Menurut laporan dari CBS News pada 24 November 2025, tindakan tersebut memicu penangguhan sidang dan kemudian dikecam sebagai upaya memojokkan orang berdasarkan keyakinan agama.

Hanson yang merupakan pemimpin partai One Nation yang dikenal bernada anti-imigrasi menolak melepas burqa selama insiden tersebut. Reuters pada 24 November 2025 melaporkan bahwa penolakannya menyebabkan sidang Senat dihentikan untuk hari itu. Langkah ini langsung menimbulkan reaksi keras dari para anggota parlemen lain.

Senat Australia dalam keputusan resminya mengecam tindakan Hanson sebagai sikap yang dianggap tidak menghormati komunitas Muslim di Australia. Senat juga menilai aksinya sebagai bentuk ejekan yang menyinggung kelompok agama tertentu. Informasi ini turut diberitakan oleh CBS News dalam rilis tanggal 24 November 2025.

Hanson sebelumnya pernah melakukan aksi serupa dalam dekade terakhir, dan insiden pada tahun 2025 ini berujung pada sanksi terberat berupa skors selama tujuh hari sidang. Reuters menyampaikan pada 24 November 2025 bahwa ini merupakan kali ketiga ia melakukan aksi demonstratif terkait penutup wajah di ruang parlemen.

Sejumlah politisi menilai tindakan Hanson tidak sekadar provokatif tetapi juga berpotensi menciptakan polarisasi sosial. Mereka mengecam apa yang dianggap sebagai eksploitasi simbol agama untuk tujuan politis. CBS News mencatat bahwa kecaman juga datang dari publik melalui berbagai platform diskusi.

Hanson membela tindakan tersebut sebagai upaya mempertahankan norma budaya Australia dan memperjuangkan kesetaraan perempuan di ruang publik. Laman Reuters pada 24 November 2025 menyampaikan bahwa ia menyangkal tuduhan bahwa aksinya dimaksudkan untuk menyudutkan Muslim.

Perdebatan publik yang muncul setelah insiden tersebut menyoroti kembali isu sensitif mengenai identitas budaya, kebebasan berekspresi, serta batas yang menghormati keyakinan agama di Australia. USA Today dan CBS News melaporkan bahwa aksi ini mengundang diskusi publik yang luas tentang toleransi dan norma komunitas dalam masyarakat multikultural.

Bagian dari reaksi publik mempertanyakan apakah aksi protes simbolik yang dilakukan Hanson memang tepat dilakukan di lembaga legislatif tertinggi negara. Ada penilaian bahwa tindakan tersebut lebih menciptakan sensasi politik daripada memperjuangkan substansi kebijakan.

Sanksi yang dijatuhkan Senat dianggap sebagai sinyal penegasan bahwa simbol agama tidak boleh dijadikan alat provokasi di dalam institusi negara. Reuters pada 24 November 2025 menyebut bahwa keputusan skorsing ini mendapat dukungan dari mayoritas anggota Senat.

Dengan berlangsungnya diskusi nasional tentang toleransi beragama serta relasi antara kebebasan berekspresi dan sensitivitas budaya, kasus Hanson dipandang memiliki implikasi sosial lebih luas dalam masyarakat Australia. Publik kini menantikan apakah insiden ini akan berpengaruh terhadap upaya legislasi berkaitan dengan penutup wajah di ruang publik.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X