Mengerti.id - Perang harga mobil baru di Indonesia berdampak besar pada pasar mobil bekas. Penurunan harga signifikan memaksa pedagang mobil bekas menjual stok mereka di bawah harga beli.
COO PT Hyundai Motors Indonesia, Fransiscus Soerjopranoto, mengatakan perang harga membuat stok mobil bekas undervalue. “Ada pedagang mobil bekas yang merasa stoknya menjadi undervalue saat ini, dibandingkan dengan harga saat dia membeli,” ujarnya di ICE BSD, Tangerang, Jumat 1 Agustus 2025, dikutip dari Antara.
Dampak Perang Harga
Fransiscus menjelaskan fenomena ini menurunkan profitabilitas dealer dan mengancam rantai pasok otomotif. “Jadi secara supply chain, manufaktur, distributor dan diler harus sama-sama profit,” katanya.
Ia memperingatkan potensi PHK akibat perang harga yang terus berlanjut. “Dan tidak terjadi yang namanya pemutusan hubungan kerja atau layoff,” tambahnya.
Hyundai memilih fokus pada layanan purnajual lewat Hyundai Care ketimbang terjun dalam perang harga. “Kami akan memainkan yang namanya services atau value pelayanan kami ke konsumen,” tegas Fransiscus.
Mobil Listrik Turut Terkena Imbas
Perang harga makin terasa di segmen mobil listrik setelah peluncuran BYD Atto 1. Harga mobil listrik lain seperti Wuling Binguo EV ikut turun drastis hingga Rp180 juta dalam waktu 7 bulan.
Pemilik awal Wuling Binguo EV bahkan membuat petisi di Change.org, menuntut kompensasi akibat kerugian yang mereka alami.
Wuling menyebut penurunan harga terjadi karena promosi dealer, bukan keputusan pabrikan. Sementara itu, BYD menegaskan strategi harga mereka berbasis efisiensi biaya kepemilikan kendaraan.
Penurunan harga mobil baru membuat harga mobil bekas anjlok lebih cepat. Pedagang mobil bekas harus menanggung kerugian karena harus menyesuaikan harga pasar.
Fenomena ini memicu kekhawatiran pemilik mobil baru yang nilai kendaraannya jatuh dalam hitungan bulan.
Jika tren perang harga berlanjut, industri otomotif dikhawatirkan akan mengalami tekanan serius, terutama di segmen mobil bekas.***