Mengerti.id - Pasar otomotif Indonesia tengah diwarnai fenomena yang saling bertolak belakang. Harga mobil LCGC terus naik, sementara perang harga mobil listrik dan jenis lain semakin sengit.
Pakar otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menyoroti kenaikan harga LCGC yang rata-rata mencapai tujuh persen tiap tahun. “2013, LCGC mulai Rp85 juta. Tiap tahun naik tujuh persen. Akar masalahnya itu. Kenapa tiap tahun naik tujuh persen? Apakah gaji kita naik tiap tahun,” kata Yannes di GIIAS 2025.
LCGC Tidak Lagi Terjangkau
Sejak diluncurkan dengan harga Rp70 juta-an, kini LCGC dijual mulai Rp138 juta hingga Rp200 juta. “Harga mobil naik terus 7 persen tiap tahun,” ujar Yannes.
Shodiq Wicaksono dari PT Suzuki Indomobil Motor menjelaskan bahwa kenaikan ini dipicu oleh fluktuasi nilai tukar dan ketergantungan pada komponen impor. “Kita beli menggunakan dolar, yen, yuan. Efeknya jadi lebih tinggi dari inflasi,” katanya.
Perang Harga Mobil Listrik Memanas
Sementara itu, mobil listrik mengalami penurunan harga besar-besaran. Peluncuran BYD Atto 1 memicu diskon signifikan pada model lain seperti Wuling Binguo EV.
Harga Binguo EV dilaporkan turun hingga Rp180 juta hanya dalam tujuh bulan, memicu protes pemilik awal melalui petisi di Change.org.
Wuling menyatakan penurunan harga berasal dari dealer, bukan kebijakan resmi pabrikan.
Fransiscus Soerjopranoto dari Hyundai menilai perang harga dapat mengganggu rantai pasok industri. “Manufaktur, distributor, dan diler harus sama-sama profit,” katanya.
Hyundai menegaskan fokus pada layanan purnajual daripada ikut perang harga, melalui program myHyundai Care.
Fenomena kontras ini menjadi gambaran nyata tantangan pasar otomotif Indonesia di tengah dinamika harga yang ekstrem antara LCGC dan mobil listrik.***