Bagaimana Niat Puasa Ramadhan yang Benar?

photo author
- Senin, 1 April 2024 | 09:36 WIB
Ilustrasi, niat puasa ramadhan (Pexels/Abdulmeilk Aldawsari)
Ilustrasi, niat puasa ramadhan (Pexels/Abdulmeilk Aldawsari)

Mengerti.id - Biasanya, kita memakai bacaan ini untuk niat puasa.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضَا لِلّٰهِ تَعَالَى

Dalam ilmu gramatika bahasa Arab, kata ‘Ramadhan’ termasuk isim ghoiru munshorif (karena isim alam serta terdapat tambahan alif dan nun). Apabila dalam kondisi i’rab jer, maka seharusnya alamatnya menggunakan fathah. Sehingga dibaca ramadhana.

Namun, apabila isim (ramadhan) tersebut disandarkan pada lafadz setelahnya (diidhofahkan) atau kemasukan alif lam (al) maka tanda i’rab jernya menggunakan kasrah. Sehingga dibaca ramadhani, bukan na.

Imam Ibnu Malik, dalam bait Alfiyahnya:

وَجَرُّ بِالْفَتْحَةِ مَا لَا يُنْصَرِف * مَا لَمْ يُضَفْ أَوْ يَكُ بَعْدَ أَلْ رَدِف

“Dan dijerkan dengan fathah terhadap isim yang tidak menerima tanwin (isim ghoiru munsharif). Selama tidak dimudhafkan atau berada setelah AL yang mengiringinya.”

Jadi, redaksi niat puasa ramadhan yang benar adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضَا لِلّٰهِ تَعَالَى

“Aku niat puasa besok untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”

Nah, dalam redaksi niat di atas apabila lafadz ramadhan dibaca fathah (رَمَضَانَ) -seperti umumnya dibaca- bukan dibaca kasrah (رَمَضَانِ) dengan tidak mengidhofahkan kepada lafadz setelahnya. Yaitu lafadz hadzihis sanati, maka secara ilmu nahwu seharusnya menjadi dhorof. Jika lafadz tersebut menjadi dhorof, maka seharusnya dibaca fathah hadzihis sanata karena status i’rabnya adalah nashab.

Sehingga redaksi niatnya seharusnya begini:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةَ فَرْضَا لِلّٰهِ تَعَالَى

Jika redaksinya seperti di atas, maka terjadi perubahan makna:

“Aku niat puasa besok, untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan, selama setahun ini.”

Mengapa demikian ? Karena lafadz hadzihis sanata statusnya sebagai dhorof. Menunjukkan waktu dilaksanakannya suatu pekerjaan, dalam hal ini pekerjaan adalah niat atau puasa. Padahal, niat hanya membutuhkan waktu beberapa detik.

Demikian juga dengan puasa, tidak membutuhkan waktu sampai satu tahun. Sehingga jika pelafalan niat menggunakan redaksi di atas, yaitu ramadhana dan hadzihis sanata adalah redaksi yang kurang tepat.

Seharusnya pelafalan yang tepat adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ فَرْضَا لِلّٰهِ تَعَالَى

Seperti yang tertera pada kitab I’anatu at-Thalibin pada juz 2/235, dijelaskan sebagai berikut:

يُقْرَأُ رَمَضَانِ بِالْجَرِّ بِالْكَسْرَةِ لِكَوْنِهِ مُضَافًا إِلَى مَا بَعْدَهُ وَهُوَ إِسْمُ الْإشَرَة

“Lafadz ramadhani, dibaca jer dengan kasrah. Karena statusnya menjadi mudhof kepada kalimat setelahnya yakni isim isyarah.”

Namun sayang, pelafalan niat yang kurang benar tersebut sudah terlanjur mengakar di masyarakat. Lalu, bagaimana dengan hukum puasanya jika niatnya salah ?

Puasanya tetap sah walaupun terjadi kesalahan dalam membaca harakat di dalamnya. Selama yang dikehendaki adalah benar, yaitu hadzihis sanati yang dimaksud adalah niat puasa ramadhan tahun ini. Bukan setahun penuh.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X