Microsoft Terjerat Kasus Antitrust, Konsumen Tuding Harga ChatGPT Sengaja Dinaikkan

photo author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 19:47 WIB
Ilustrasi: Kasus antitrust baru menimpa Microsoft terkait kolaborasinya dengan OpenAI, di mana konsumen mengklaim telah dirugikan oleh harga layanan ChatGPT yang tidak wajar. (PIXABAY/ efes)
Ilustrasi: Kasus antitrust baru menimpa Microsoft terkait kolaborasinya dengan OpenAI, di mana konsumen mengklaim telah dirugikan oleh harga layanan ChatGPT yang tidak wajar. (PIXABAY/ efes)

Mengerti.id - Microsoft menghadapi gugatan class action baru terkait kemitraannya dengan OpenAI. Gugatan tersebut menuduh bahwa investasi senilai 13 miliar dolar AS yang dilakukan Microsoft menciptakan praktik antikompetitif dan secara artifisial menaikkan harga layanan AI generatif seperti ChatGPT.

Menurut laporan JD Journal pada Senin, 13 Oktober 2025, gugatan diajukan ke pengadilan federal di San Francisco. Sebanyak 11 konsumen menjadi penggugat dalam kasus bertajuk Samuel Bryant et al. v. Microsoft Corp., yang menuduh raksasa teknologi itu melanggar undang-undang antitrust Amerika Serikat.

Dalam berkas pengaduan, para penggugat menilai perjanjian eksklusif antara Microsoft dan OpenAI telah “mencekik pasokan komputasi OpenAI secara kejam,” memaksa pembuat ChatGPT tersebut untuk hanya menggunakan layanan cloud Microsoft Azure.

Kondisi ini disebut memberi Microsoft keuntungan besar dalam pasar AI generatif yang tengah berkembang pesat. Dengan kendali eksklusif atas infrastruktur OpenAI, Microsoft disebut dapat menetapkan harga hingga 200 kali lebih tinggi dibandingkan pesaingnya.

Menurut laporan Markets Financial Content, Microsoft juga dituduh menggunakan posisi investornya untuk mengembangkan produk bersaing seperti Copilot, sambil menekan harga dan pasokan bagi pengguna ChatGPT dan layanan AI lain yang terhubung.

“Microsoft telah merugikan konsumen pengguna AI generatif—khususnya pelanggan ChatGPT—selama bertahun-tahun dengan cara mencekik pasokan komputasi OpenAI dan menaikkan harga secara tidak wajar,” tulis gugatan tersebut.

Para penggugat menilai, meski OpenAI telah memperlonggar sebagian pembatasan sejak Juni 2025 dengan membeli kapasitas komputasi dari Google Cloud, dominasi Microsoft tetap terasa. Mereka menyebut kendali Microsoft sebagai “pedang Damocles yang tergantung di atas kepala OpenAI,” yang bisa digunakan untuk mengontrol kembali perusahaan kapan saja.

Gugatan ini menuntut ganti rugi atas dugaan kelebihan biaya yang dibebankan sejak peluncuran publik ChatGPT pada November 2022. Selain itu, penggugat juga meminta pengadilan mengeluarkan perintah permanen agar Microsoft tidak lagi memberlakukan pembatasan serupa di masa depan. Kasus ini muncul di tengah meningkatnya tekanan hukum terhadap Microsoft. Perusahaan tersebut sebelumnya juga menjadi subjek penyelidikan luas oleh Federal Trade Commission (FTC) sejak November 2024, yang menyoroti praktik kemitraan cloud, AI, dan keamanan siber.

Menurut JD Journal, gugatan ini memperkuat tuduhan bahwa Microsoft menggunakan investasinya di OpenAI bukan hanya untuk inovasi, tetapi juga sebagai alat dominasi pasar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang apakah kemitraan besar semacam ini justru menghambat persaingan.

Microsoft sendiri belum memberikan tanggapan resmi terhadap gugatan tersebut. Namun, pengamat menilai bahwa kasus ini dapat berdampak besar terhadap model kolaborasi perusahaan teknologi di sektor AI, terutama yang melibatkan integrasi eksklusif antara penyedia cloud dan pengembang model AI.

Kritikus menilai bahwa perjanjian antara Microsoft dan OpenAI sejak 2019 menciptakan ketergantungan berlebihan pada satu penyedia infrastruktur, yang pada akhirnya membatasi pilihan bagi pengguna dan inovator di sektor AI.

Banyak pihak menilai, kasus ini bisa menjadi ujian penting bagi regulasi antitrust di era teknologi kecerdasan buatan. Jika terbukti bersalah, Microsoft dapat menghadapi denda besar serta pembatasan baru terhadap praktik bisnisnya di sektor cloud dan AI. Gugatan ini juga menjadi sinyal bahwa meningkatnya ketergantungan pada layanan AI generatif memunculkan persoalan baru seputar monopoli dan persaingan sehat di dunia teknologi modern.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X