Mengerti.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), yang juga kakak dari Gus Yaqut, menegaskan dirinya tidak keberatan atas pemanggilan tersebut. “Biar saja dipanggil,” kata Gus Yahya di Istana, Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Pernyataan singkat itu menegaskan sikap PBNU yang menghormati proses hukum, meskipun kasus menyangkut keluarga dekat. Sementara itu, KPK terus memeriksa sejumlah pihak untuk mendalami dugaan penyimpangan dalam penentuan kuota haji.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkap selain Gus Yaqut, penyidik juga memanggil Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri), Asrul Aziz Taba (AAB). “Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama AAB, Ketum Kesthuri dan Komisaris PT Raudah Eksati Utama,” ujarnya di Jakarta, Senin, 1 September 2025, dikutip dari Antara.
Tiga orang lain turut dipanggil, yakni AR selaku staf keuangan Asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji), AP selaku Manajer Operasional PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, serta EH selaku staf PT Anugerah Citra Mulia.
KPK sebelumnya mengumumkan awal Agustus 2025 bahwa potensi kerugian negara dalam kasus kuota haji mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga antirasuah itu juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Gus Yaqut. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pun dilibatkan untuk memperkuat perhitungan kerugian.
KPK menegaskan proses hukum berjalan sesuai koridor, transparan, dan akuntabel. Perkara ini diyakini menjadi salah satu kasus besar yang mendapat perhatian publik luas sepanjang tahun 2025.
Selain penanganan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menyoroti kejanggalan pembagian kuota tambahan haji tahun 2024. Dari 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi, Kementerian Agama membaginya sama rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Langkah tersebut bertentangan dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dan kuota reguler 92 persen. Hal inilah yang memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan haji.
Dalam situasi ini, Gus Yahya memilih tidak ikut campur. Ia menyebut pemanggilan adiknya oleh KPK sebagai bagian dari proses hukum yang harus dihormati.
Dengan perkembangan ini, publik menunggu langkah lanjutan KPK dalam membongkar dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama mantan Menteri Agama. Proses hukum diharapkan berjalan transparan, tidak pandang bulu, serta memberi kepastian keadilan bagi masyarakat.***