Mengerti.id - Presiden Prabowo Subianto mencopot Sri Mulyani Indrawati dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan. Keputusan ini sekaligus mengakhiri masa jabatan panjang Sri Mulyani yang dikenal sebagai tokoh reformasi fiskal dan orang kepercayaan Presiden Joko Widodo.
Sri Mulyani pertama kali menjabat Menteri Keuangan pada periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2005–2010. Setelah sempat menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, ia kembali dipanggil Presiden Joko Widodo untuk duduk sebagai Menkeu pada 27 Juli 2016 menggantikan Bambang Brodjonegoro. Jokowi kembali menunjuk Sri Mulyani di periode kedua pemerintahannya, menunjukkan besarnya kepercayaan terhadapnya.
Kini, Presiden Prabowo memutuskan untuk mencopot Sri Mulyani dari kabinet. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan jika pergantian ini melalui berbagai pertimbangan masukan, dan evaluasi yang dilakukan terus menerus oleh presiden.
Posisi Sri Mulyani digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan. Ia juga memiliki rekam jejak panjang dalam pemerintahan, terutama bersama Luhut Binsar Pandjaitan.
Purbaya pernah menjabat Deputi III di Kantor Staf Presiden ketika Luhut menjabat Kepala Staf Presiden. Ia juga menjabat Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Selain itu, ia sempat menjadi komisaris di PT Inalum (MIND ID) yang berada di bawah pengaruh Luhut.
Keterlibatan Purbaya dalam Tim Bravo Lima, relawan pendukung Jokowi yang dipimpin Luhut, semakin menegaskan kedekatan mereka. Luhut dikenal menilai Purbaya sebagai sosok dengan analisis tajam dan kemampuan merumuskan kebijakan strategis.
Pergantian ini dianggap sebagai pergeseran besar dalam peta politik kabinet. Sri Mulyani, yang identik dengan kepercayaan Jokowi, kini digantikan oleh Purbaya yang merupakan bagian dari lingkaran Luhut Binsar Pandjaitan.
Publik menaruh perhatian pada arah kebijakan fiskal yang akan dijalankan Purbaya. Keputusan ini dipandang tidak hanya sebagai reshuffle biasa, melainkan sebagai penegasan dinamika kekuasaan di pemerintahan Prabowo.***
