Mengerti.id — Tepat satu tahun masa pemerintahannya, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung penyerahan uang hasil tindak pidana korupsi senilai Rp13,2 triliun (Rp13.255.244.538.149) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Kementerian Keuangan.
Kegiatan yang digelar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025, menjadi simbol kuat komitmen pemerintah dalam menegakkan keadilan dan mempersempit ruang bagi praktik korupsi, terutama di sektor-sektor strategis nasional.
“Acara ini penting, yaitu penyerahan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13 triliun. Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua jajaran terutama Kejaksaan Agung yang telah dengan gigih, bekerja keras untuk bertindak melawan korupsi, manipulasi, penyelewengan,” ujar Prabowo dalam sambutannya.
Presiden menegaskan bahwa nilai Rp13 triliun tersebut bukan sekadar angka, melainkan bukti nyata keberpihakan negara kepada rakyat kecil serta bentuk keadilan sosial yang harus terus dijaga.
“Rp13 triliun ini kita bisa memperbaiki, renovasi 8.000 lebih sekolah. Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp22 miliar, kampung untuk nelayan dengan fasilitas yang selama 80 tahun Republik Indonesia berdiri tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah diurus oleh negara, sekarang kita memperbaiki, kita membangun desa-desa nelayan dengan fasilitas modern,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo juga menekankan pentingnya nilai kemanusiaan dalam penegakan hukum. Ia mengingatkan aparat agar tidak menindas rakyat kecil dan tidak menjalankan hukum secara diskriminatif.
“Penegak hukum harus punya hati. Hanya punya hati, jangan istilahnya apa, tumpul ke atas tajam ke bawah. Itu zalim itu, itu angkara murka, jahat,” lanjutnya.
Selain memuji langkah Kejaksaan Agung, Prabowo juga menyoroti masih adanya potensi kebocoran ekonomi di berbagai sektor, termasuk praktik tambang ilegal dan ekspor komoditas tanpa pelaporan resmi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp40 triliun per tahun.
Menurutnya, kekayaan alam yang melimpah tidak akan membawa kesejahteraan apabila dikelola tanpa moralitas dan tanggung jawab.
“Harta, apalagi didapatkan dengan cara yang mengorbankan rakyat kita itu harta itu adalah harta yang haram. Rezeki yang tidak baik dan ujungnya pasti akan membawa ketidakbaikan kepada siapapun dan keluarganya,” tutup Prabowo.
Kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) ini berawal dari kelangkaan minyak goreng pada awal 2022, ketika pasokan dalam negeri tersendat karena sejumlah perusahaan lebih memilih mengekspor akibat tingginya harga internasional.
Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, Kejaksaan Agung menetapkan tiga grup korporasi besar — Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group — sebagai pelaku utama dalam praktik korupsi ekspor CPO. Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya menyatakan ketiganya bersalah dan memerintahkan penyitaan uang hasil kejahatan senilai Rp13,2 triliun untuk disetorkan ke kas negara.***