Mengerti.id — WWF-Indonesia bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyelenggarakan Plastic, Climate, and Biodiversity Forum, sebuah forum multipihak yang bertujuan memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam menghadapi tantangan lingkungan global.
Kegiatan ini digelar di Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2025, dan dihadiri langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala BPLH, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, yang juga memberikan arahan pembukaan.
Turut hadir pula CEO WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, yang mendampingi Menteri dalam acara tersebut. Forum ini menandai kerja sama strategis antara WWF-Indonesia, KLH/BPLH, dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dalam memperkuat aksi bersama di bidang pembangunan lingkungan berkelanjutan.
Dalam momen yang sama, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara WWF-Indonesia dan KLH/BPLH, serta perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mendorong penerapan prinsip pelestarian lingkungan di tingkat daerah.
Forum yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan ini menghadirkan sejumlah narasumber kunci, antara lain Agus Rusly (Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH), Adib Awaludin (Kepala Seksi Pengurangan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta), Dewi Lestari Yani Rizki (CCO WWF-Indonesia), serta Andreas Røise Myrhvold dari WWF Norway, yang merupakan koordinator Program No Plastic In Nature. Para narasumber menyoroti hubungan erat antara polusi plastik, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati, yang dikenal sebagai Triple Planetary Crisis.
Forum ini bertujuan mendorong kolaborasi lintas sektor dalam mencari solusi terpadu bagi tiga krisis besar tersebut: penanganan limbah plastik, mitigasi perubahan iklim, serta upaya melindungi keanekaragaman hayati.
Menteri Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan pentingnya sinergi dalam menanggulangi tiga isu utama tersebut. “Ketiga isu ini tidak bisa dilihat sebagai persoalan yang berdiri sendiri. Krisis polusi plastik, perubahan iklim, dan penurunan keanekaragaman hayati membentuk satu kesatuan tantangan yang membutuhkan solusi terintegrasi dan kolaborasi.”
Ia menambahkan, “Sinergi lintas sektor menjadi kunci untuk memastikan Indonesia benar-benar menuju lingkungan yang berkeadilan dan berkelanjutan salah satunya melalui penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah. Kita bergerak bersama untuk memastikan bumi tetap layak huni bagi generasi mendatang.”
Lebih lanjut, Dr. Hanif menegaskan bahwa forum ini menjadi sarana penting untuk memperkuat pengembangan ekonomi sirkular di bidang persampahan, iklim, dan biodiversitas.
“Salah satu fokus pemerintah adalah mendorong upaya terintegrasi dalam pengembangan ekonomi sirkular di bidang persampahan, iklim, dan biodiversitas... yaitu salah satunya pelaksanaan kewajiban produsen yang diperluas,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Aditya Bayunanda, CEO WWF-Indonesia, menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan penelitian dan aksi nyata terkait dampak polusi plastik terhadap keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
“WWF-Indonesia sebagai lembaga yang berbasis sains telah melakukan serangkaian kajian dampak sampah plastik terhadap keanekaragaman hayati dan krisis iklim. Untuk mengatasinya, kami menjalankan program Plastic Smart Cities. Melalui program ini, kami bertekad untuk mengurangi kebocoran plastik ke alam dengan cara mendukung kerja-kerja pengurangan sampah plastik melalui mitra-mitra kami,” tutur Aditya.
Ia juga menambahkan, “Kami mendukung penuh target pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengelola sampah plastik dan sangat mengapresiasi langkah kebijakan yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dalam penanganan sampah dan penegakan hukumnya, serta langkah inovasi mengatasi tingginya timbulan sampah saat ini.”
Aditya menjelaskan bahwa sejak 2019, WWF telah meluncurkan kampanye No Plastic in Nature dan mengimplementasikan proyek Plastic Smart Cities di sejumlah kota Indonesia untuk mendorong kebijakan sirkular ekonomi dalam pengelolaan sampah.
Konsep ekonomi sirkular menjadi inti pembahasan dalam forum ini. Pendekatan ini diyakini mampu memutus mata rantai masalah lingkungan sekaligus membantu pencapaian target pembangunan berkelanjutan Indonesia. Melalui ekonomi sirkular, pola produksi dan konsumsi diubah agar lebih efisien, dengan menekankan prinsip reduce, reuse, dan recycle.
Pendekatan tersebut tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca dan kebocoran limbah plastik ke alam, tetapi juga berkontribusi dalam pemulihan ekosistem dan peningkatan efisiensi sumber daya.
Forum ini juga menjadi ajang dialog antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil untuk memperkuat implementasi Extended Producer Responsibility (EPR) di tingkat nasional.
Dengan berbagi wawasan dan inovasi, diharapkan kolaborasi multipihak ini dapat menghasilkan langkah nyata yang memberikan dampak langsung bagi alam dan generasi masa depan.***