news

KPK Ungkap Dugaan THR Pegawai Kemenaker dari Pemerasan TKA, Rp53,7 Miliar Mengalir Sejak 2019

Kamis, 11 September 2025 | 20:11 WIB
Ilustrasi: Dugaan THR ilegal hingga aset mewah terungkap dalam kasus pemerasan TKA di Kemenaker. KPK tahan delapan tersangka dan terus menelusuri bukti. (pixabay/Vilkasss)

Mengerti.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan uang tunjangan hari raya (THR) oleh pegawai pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan. THR itu diduga berasal dari hasil pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, pendalaman dilakukan ketika penyidik memeriksa dua mantan Subkoordinator di Direktorat PPTKA Kemenaker berinisial MK dan EPI sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) pada 11 September 2025.

“Penyidik mendalami terkait penerimaan uang tidak resmi dari para agen TKA, serta uang THR tiap tahun yang diterima oleh hampir seluruh pegawai pada Direktorat PPTKA, yang mana uangnya diduga berasal dari para agen TKA,” ujar Budi kepada jurnalis di Jakarta, Kamis 11 September 2025.

Selain soal THR, KPK juga mendalami dugaan adanya pembelian aset yang dilakukan tersangka dengan menggunakan uang hasil pemerasan dari agen TKA. Hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam penyidikan.

Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengumumkan identitas delapan tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker. Mereka adalah aparatur sipil negara bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Menurut KPK, delapan tersangka tersebut selama kurun 2019–2024 berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA adalah persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing agar bisa bekerja di Indonesia. Jika RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, maka izin kerja dan izin tinggal tidak dapat diproses. Akibatnya, tenaga kerja asing terancam dikenai denda Rp1 juta per hari.

Kondisi tersebut membuat pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada oknum pegawai demi kelancaran pengurusan. Modus ini yang diduga dijalankan para tersangka dalam jangka waktu panjang.

KPK mengungkapkan bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA bukan hanya terjadi baru-baru ini. Kasus ini diduga sudah berlangsung sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009–2014. Praktik itu kemudian berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024).

Untuk menindaklanjuti kasus tersebut, KPK telah melakukan penahanan terhadap delapan tersangka. Empat orang ditahan pada 17 Juli 2025, sedangkan empat lainnya menyusul pada 24 Juli 2025.

Selain mengusut kasus RPTKA, KPK juga menelusuri penerimaan lain yang diungkapkan oleh Immanuel Ebenezer Gerungan saat diperiksa. Immanuel yang pernah menjabat Wakil Menteri Ketenagakerjaan mengaku mendapatkan penerimaan lain di luar kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3.

"Secara garis besar sudah ada informasi dari yang bersangkutan (Immanuel Ebenezer, red.) bahwa memang ada dari yang lain," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa 9 September 2025.

Asep menjelaskan, pengakuan tersebut terkait dengan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan Kemenaker. Ia menegaskan, penyidik masih menelusuri lebih jauh penerimaan-penerimaan itu.

"Awalnya, kalau yang terkait dengan sertifikasi K3, itu ada uang Rp3 miliar dengan satu motor Ducati. Akan tetapi, pada kenyataannya, selain uang itu untuk renovasi rumah, sekarang kami menemukan ada mobil, ada segala macam," jelasnya. KPK memastikan penyidikan akan terus berlanjut untuk membongkar dugaan penerimaan lain yang tidak resmi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.***

Tags

Terkini