Mengerti.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menuntut penegakan hukum dalam kasus kematian demonstran pada aksi Agustus 2025, yang menelan sepuluh korban jiwa dan banyak korban luka.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa tersebut. Ia menekankan pentingnya aparat penegak hukum bertindak dalam menangani dugaan pelanggaran.
“Kami juga ingin mendorong aparat penegakan hukum untuk melakukan proses penegakan hukum, terutama bagi para korban yang meninggal dunia dan mengalami luka-luka yang diduga itu disebabkan oleh kekerasan oleh aparat,” ucap Anis di Jakarta, Selasa 2 September 2025.
Komnas HAM mencatat sepuluh korban jiwa dalam unjuk rasa menolak tunjangan anggota DPR. Korban tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Solo, Makassar, Semarang, dan Manokwari.
Kesepuluh korban itu antara lain Affan Kurniawan (Jakarta), Andika Lutfi Falah (Jakarta), Rheza Sendy Pratama (Yogyakarta), Sumari (Solo), Saiful Akbar (Makassar), Muhammad Akbar Basri (Makassar), Sarinawati (Makassar), Rusmadiansyah (Makassar), Iko Juliant Junior (Semarang), dan Septinus Sesa (Manokwari).
Menurut Anis, penyebab sementara kematian para korban diduga akibat kekerasan aparat. Komnas HAM masih menyelidiki lebih jauh kasus tersebut.
Dalam kasus Affan Kurniawan, Komnas HAM sudah memeriksa tujuh terduga pelaku. Affan, seorang pengendara ojek daring, diduga tewas akibat dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta pada Kamis 28 Agustus 2025. Komnas HAM masih mengumpulkan bukti-bukti tambahan untuk memperkuat investigasi.
Untuk kasus korban lainnya, Komnas HAM akan bekerja sama dengan lembaga nasional HAM yang lain. “Karena ada banyak kasus yang kemudian juga menyusul kematian dan luka-luka, nanti LN (lembaga nasional) HAM ini akan membentuk tim yang akan diinformasikan kemudian bagaimana tim ini akan bekerja,” tutur Anis.
Selain investigasi, Komnas HAM mendorong negara memenuhi hak pemulihan korban, baik yang meninggal maupun yang luka. Termasuk juga peserta aksi yang ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.
Perhatian internasional datang dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR). Juru Bicara OHCHR Ravina Shamdasani mendesak pemerintah Indonesia melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan.
“Kami mengikuti dengan cermat rangkaian kekerasan di tanah air dalam konteks demonstrasi nasional. Kami menekankan pentingnya dialog untuk menangani kekhawatiran publik. Pihak berwenang harus menjunjung hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi,” ujar Shamdasani, Senin 1 September 2025 malam.
OHCHR juga menekankan aparat, termasuk militer, agar mematuhi prinsip penggunaan kekuatan dan senjata api sesuai standar internasional.