Mengerti.id - Kejaksaan Agung resmi menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada periode 2019–2022. Penyelidikan mengungkap adanya komunikasi intensif sejak awal melalui grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team".
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan grup tersebut dibentuk pada Agustus 2019 oleh Nadiem bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani. “Pada bulan Agustus 2019, (Jurist Tan) bersama-sama dengan NAM (Nadiem) dan Fiona membentuk grup WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek,” ujar Qohar, Selasa, 15 Juli 2025.
Setelah resmi dilantik pada Minggu, 19 Oktober 2019, Nadiem mulai intens mengoordinasikan langkah-langkah program digitalisasi, termasuk menjalin komunikasi dengan konsultan teknologi Ibrahim Arief dan pihak Google Indonesia. Pada Februari 2020, pertemuan antara Nadiem dan Google membahas penggunaan Chromebook dalam program Google For Education.
“Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan NAM (Nadiem Makarim) dengan pihak Google, telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat TIK,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, Kamis, 4 September 2025.
Selain itu, sejumlah rapat daring juga digelar bersama pejabat internal, seperti Dirjen PAUD Dikdasmen, Kepala Badan Litbang, serta staf khusus Fiona Handayani dan Jurist Tan. Arahan disebutkan langsung berasal dari Nadiem meskipun pengadaan TIK belum berjalan.
Selasa, 30 Juni 2020 menjadi titik penting. Dalam rapat di Hotel Arosa, Sri Wahyuningsih selaku Direktur SD mengganti pejabat pembuat komitmen karena dianggap tidak mampu menjalankan instruksi penggunaan Chrome OS. Pada malam hari, pergantian tersebut langsung diikuti dengan penunjukan PT Bhinneka Mentari Dimensi sebagai penyedia laptop.
“Pada tanggal yang sama, Selasa, 30 Juni 2020 sekitar jam 22.00 WIB Wahyu Hariadi menindaklanjuti perintah SW (Sri) untuk segera klik (vendor) setelah bertemu dengan Indra Nugraha yaitu pihak penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi bertempat di Hotel Arosa,” jelas Qohar.
Langkah yang sama dilakukan oleh Mulyatsyah selaku Direktur SMP, yang menyusun petunjuk teknis pengadaan peralatan TIK dengan spesifikasi terkunci pada Chrome OS.
Kejagung sampai saat ini telah menetapkan lima tersangka dalam kasus Chromebook. Mereka adalah Nadiem Makarim, eks stafsus Jurist Tan, konsultan teknologi Ibrahim Arief, serta dua pejabat Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah.
Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menegaskan kliennya tidak pernah menerima dana dari proyek tersebut. “Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop,” kata Hotman di Jakarta, Jumat, 5 September 2025.
Ia juga menyamakan perkara ini dengan kasus Tom Lembong. “Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem,” ujarnya.
Meski demikian, Kejagung menilai pertemuan Nadiem dengan Google membuktikan adanya kesepakatan proyek yang melanggar aturan. Nadiem dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kerugian negara akibat praktik ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun.***