Mengerti.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul meningkatnya kasus keracunan yang menimpa anak-anak.
"KPAI menyoroti berbagai peristiwa keracunan makanan yang terus meningkat, kejadiannya bukan menurun ya. Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Pustra dikutip dari siaran persnya, Minggu 21 Desember 2025.
KPAI meminta agar Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penyelenggara program melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG. Jasra menegaskan penghentian sementara diperlukan sampai instrumen panduan dan pengawasan benar-benar dijalankan dengan baik.
Menurutnya, kasus keracunan makanan yang dialami anak Indonesia dalam program MBG sudah tidak bisa ditolerir lagi. Bahkan, kata Jasra, kasus keracunan juga menimpa anak-anak usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
"Keracunan makanan yang dialami anak Indonesia dalam program MBG, seperti sudah tidak bisa ditolerir. Saya kira pertahanan anak sekecil itu, sangat berbeda dengan orang dewasa. Apalagi kita tahu, kebijakan negara yang mengetahui kondisi dari dalam keluarga (masih sulit ditembus)," ujarnya.
KPAI menekankan pentingnya perlindungan maksimal bagi anak-anak agar insiden serupa tidak kembali terulang. Menurut Jasra, pemerintah harus memastikan standar keamanan pangan yang tinggi sebelum program kembali dilanjutkan.
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari juga menilai perlunya evaluasi menyeluruh terhadap MBG setelah maraknya kasus keracunan siswa.
"Memang harus ada perbaikan mekanisme, perbaikan kelembagaan, dan perbaikan dari berbagai macam sisi. Ini sedang berlangsung prosesnya, doakan. Ini sudah wake up call, bagaimana bahwa ini harus bisa diperbaiki dengan secepat-cepatnya. Yang kita khawatirkan adalah accident di daerah-daerah terpencil yang fokusnya belum sebaik seperti di daerah perkotaan," kata Qodari di Jakarta, Sabtu 20 September 2025.
Qodari menegaskan MBG seharusnya dirancang dengan standar "zero accident". Ia menilai sejak awal program justru muncul sejumlah kasus keracunan, termasuk insiden di Kabupaten Garut pada 18 September 2025 yang menimpa 569 siswa.
"Justru karena ada kejadian kemarin dan melihat tren dan perkembangannya, ada perspektif yang dari kami sebagai KSP itu harus disampaikan dan dipahami, bahwa ini program yang konsepnya itu zero tolerance terhadap accident, alias zero accident," ujarnya.
Menurut Qodari, Badan Gizi Nasional selaku penyelenggara tidak boleh menoleransi insiden keracunan tersebut. Risiko lebih besar bahkan mengintai anak-anak di daerah terpencil yang minim fasilitas kesehatan.
"Kalau di perkotaan mungkin cepat sembuh, dan cepat tertangani karena fasilitas kesehatannya (bagus). Tapi kalau di daerah terpencil, itu bisa jadi bencana besar," tambahnya.
Qodari menegaskan program MBG tidak boleh dijalankan dengan toleransi kesalahan sekecil apapun. "Kan MBG tingkat accident-nya cuma 5 persen, cuman 1 persen, enggak bisa. Ini ada program dengan zero tolerance terhadap accident. Jadi MBG itu harus perfect, harus sempurna. Setiap hari, sepanjang tahun, selama program ini (berjalan), itu yang harus dituju oleh para pihak yang terlibat dengan MBG," katanya.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi sebelumnya telah menyampaikan permintaan maaf atas serangkaian kasus keracunan MBG.