Mengerti.id - Apple kembali menghadapi gugatan hukum besar di Amerika Serikat. Dua profesor neurosains menggugat raksasa teknologi tersebut di pengadilan federal California atas tuduhan menggunakan ribuan buku berhak cipta tanpa izin untuk melatih model kecerdasan buatan Apple Intelligence.
Dilansir dari NDTV pada Jumat 10 Oktober 2025, gugatan ini diajukan oleh Profesor Susana Martinez-Conde dan Stephen Macknik dari SUNY Downstate Health Sciences University di Brooklyn, New York. Mereka menuduh Apple mengakses dan memanfaatkan perpustakaan digital ilegal atau yang dikenal sebagai shadow libraries untuk melatih model AI miliknya.
Dalam dokumen gugatan, kedua ilmuwan itu menyebut karya mereka Champions of Illusion: The Science Behind Mind-Boggling Images and Mystifying Brain Puzzles dan Sleights of Mind: What the Neuroscience of Magic Reveals About Our Everyday Deceptions termasuk di antara ribuan buku yang diduga digunakan tanpa izin dalam proses pelatihan Apple Intelligence.
“Apple telah secara tidak sah menggunakan karya kami dan ribuan buku lain dari sumber bajakan untuk melatih model AI komersial mereka tanpa kompensasi,” tulis penggugat dalam dokumen tersebut.
Menurut laporan The Business Times, gugatan ini menyoroti penggunaan dataset bernama Books3, yang berisi sekitar 190.000 file teks yang diambil dari e-book bajakan. Dataset ini digunakan dalam model OpenELM milik Apple, yang menjadi bagian dari fondasi Apple Intelligence. Para penggugat menuntut ganti rugi finansial dalam jumlah yang belum ditentukan serta perintah pengadilan untuk menghentikan penggunaan karya berhak cipta mereka dalam pelatihan AI Apple.
Kasus ini menjadi bagian dari gelombang besar litigasi hak cipta yang melanda industri teknologi global. Lebih dari 40 gugatan serupa telah diajukan terhadap perusahaan seperti OpenAI, Microsoft, dan Meta Platforms, dengan tuduhan serupa: menggunakan materi berhak cipta tanpa izin untuk melatih sistem AI generatif.
Para pengacara yang mewakili Martinez-Conde dan Macknik berpendapat bahwa praktik semacam itu tidak hanya melanggar hukum hak cipta, tetapi juga melemahkan perlindungan terhadap karya intelektual di era digital. Mereka menilai perusahaan teknologi telah memanfaatkan karya penulis dan ilmuwan tanpa memberikan imbalan yang adil.
Dalam gugatan tersebut, para penggugat juga menyoroti besarnya keuntungan yang diraih Apple setelah meluncurkan Apple Intelligence. Nilai pasar perusahaan melonjak lebih dari 200 miliar dolar AS dalam satu hari perdagangan, yang digambarkan sebagai “hari paling menguntungkan dalam sejarah perusahaan.”
“Perusahaan sebesar Apple seharusnya tidak kebal terhadap hukum hanya karena memiliki sumber daya besar dan teknologi canggih,” kata tim hukum penggugat dalam pernyataan resmi mereka.
Gugatan ini muncul hanya beberapa minggu setelah sekelompok penulis lain mengajukan tuntutan serupa terhadap Apple atas pelanggaran hak cipta yang melibatkan pelatihan AI. Kasus-kasus ini diyakini akan menjadi ujian penting bagi masa depan regulasi AI dan hak cipta di Amerika Serikat.
Perkembangan terbaru ini juga terjadi di tengah perubahan besar dalam lanskap hukum AI setelah perusahaan Anthropic pada September 2025 menyetujui penyelesaian senilai 1,5 miliar dolar AS. Kasus tersebut menjadi penyelesaian hak cipta terbesar dalam sejarah AS dan berpotensi menjadi preseden hukum penting bagi gugatan serupa.
Apple belum memberikan tanggapan resmi atas gugatan terbaru ini. Namun, para analis menilai bahwa hasil kasus ini dapat berdampak luas terhadap cara perusahaan teknologi mengembangkan model AI di masa depan.
“Kasus ini bukan sekadar tentang dua penulis, tetapi tentang siapa yang berhak atas pengetahuan dan karya manusia di era kecerdasan buatan,” kata seorang pakar hukum digital dalam wawancara dengan The Business Times. Gugatan ini menjadi sinyal kuat bahwa pertarungan hukum mengenai data pelatihan AI baru saja dimulai dan akan terus menjadi isu besar dalam perkembangan industri teknologi global.***