سَلاَمٌ قَوْلاً مِنْ رَبٍّ رَحِيْمٍ، سَلاَمٌ عَلَى نُوْحٍ فِي الْعَالَمِيْنَ، سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، سَلاَمٌ عَلَى مُوْسَى وَهَارُوْنَ، سَلاَمٌ عَلَى إِلْيَاسِيْنَ، سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ، سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Ayat 7 Salamun tersebut ditulis pada kertas putih pada hari Rebo wekasan, kemudian dicelupkan ke air dan diminum dengan niat 'tabarruk' (mengharapkan berkah) dan hati tetap meminta kepada Allah agar dijauhkan dari bala'.
Diantara ulama yang mengamalkan air 7 Salamun adalah KH. M. Sya’roni Ahmadi Kudus, sebagaimana disampaikan pada saat ngaji tafsir Jumat fajar tahun 2016 silam.
Selain beliau, yang mengamalkan air 7 salamun adalah Mbah Arwani Kajeksan, Mbah Ma’mun Langgardalem, Mbah Hisyam Janggalan dan Mbah Siraj Undaan.
Baca Juga: Mengenal Makna dari Makanan Dupi dan Leupeut dalam Tradisi Rebo Wekasan di Adat Sunda
Disebutkan dalam catatan kaki bab qunut nazilah halaman 67 kitab Nihayatuz Zain karya Syeikh Nawawi Aljawi Albantani, "Barang siapa yang menulis ayat 7 salamah, yaitu tujuh ayat Alqur’an yang diawali dengan lafal Salaamun, kemudian tulisan tersebut direndam dengan air, maka barang siapa yang meminum air tersebut akan diselamatkan dari bencana yang diturunkan pada Rebo wekasan.
Demikian penjelasan mengenai ayat 7 Salamun yang diamalkan setiap hari Rebo wekasan oleh setiap muslim.***