Mengerti.id - Semakin hari bertambah maka populasi manusia kemungkinan besar juga bertambah. Idealnya, semakin bertambah jumlah manusia juga berarti akan ada lebih banyak orang yang bersujud kepada Tuhannya. Tetapi, dunia akhir zaman ternyata jauh dari apa yang kita kira. Lalu, apa benar bahwa taat kepada Allah di zaman akhir adalah jalan sunyi?
Sesuatu yang berjumlah banyak (terbilang lebih dari dua) dalam bahasa Arab disebut sebagai Jama’. Berdasarkan bentuknya, kata benda plural (jamak) dalam bahasa Arab terbagi menjadi 2 macam: Jama’ Mudzakkar Salim dan Jama’ Muannats Salim. Sedangkan jamak dengan bentuk tidak beraturan adalah Jama’ Taksir (irregular plural nouns).
Dalam Jama’ Taksir, dikenal setidaknya tiga bentuk jamak. Pertama, ada yang namanya Jama’ Qillah (جمع القلّة) yaitu kata jamak yang menunjukkan makna ‘minimal’. Pola kata dari jamak ini memiliki 4 wazan, salah satu diantaranya adalah af’al (أفعال).
Kemudian ada yang namanya Jama’ Katsurah (جمع الكثرة), yakni kata jamak yang menunjukkan makna ‘maksimal’. Jama’ Katsurah memiliki setidaknya 16 wazan/pola kata (lihat kitab Jami’ud Durus hal. 199-214 cetakan Bairut Lebanon). Salah satu pola kata atau wazan dari Jama’ Katsurah ini adalah fu’al (فعّال).
Terakhir, ada puncak dari Isim Jamak adalah Jama’ Muntahal Jumu’ (جمع منتهى الجموع). Yaitu jamak yang menunjukkan makna banyak namun tidak sekadar banyak, tapi ‘unlimited’: tak terbatas. Diantara pola kata dari jamak ini adalah kata mafa’il (مفاعل).
Hal yang menarik adalah ketika Allah menyebutkan manusia terbaik yang taat dan patuh kepada-Nya, maka kata yang dipilih adalah Jama’ Qillah: jamak yang menunjukkan makna ‘minimal’. Yaitu kata abrar (الأبرار) seperti dalam surat Al-Infithar ayat ke 14:
إِنَّ الأَبْرَارَ لَفِي نَعِيْمِ
“Sesungguhnya manusia terbaik berada dalam kenikmatan surga.”
Namun, saat Allah menyebutkan para pendosa dan orang-orang yang durhaka, maka kata yang dipilih adalah Jama’ Katsurah: yang menunjukkan makna ‘maksimal’. Seperti dalam surat Al-Infithar ayat ke 14 juga, yakni kata fujjar (الفجّار). Begini bunyi ayatnya:
وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيْمِ
“Dan sesungguhnya orang-orang durhaka bertempat dalam neraka jahannam.”
Ada pertanyaan mendasar, mengapa ketika Allah menyebutkan “manusia terbaik yang bertakwa” justru menggunakan kata Jama’ Qillah yang mengandung makna ‘minimal atau sedikit’. Sedangkan ketika menyebutkan “orang-orang sesat dan durhaka”, Allah menggunakan Jama’ Katsurah (banyak maksimal)?.
Karena sebenarnya manusia yang taat dan patuh kepada Allah jumlahnya jauh lebih sedikit seperti dalam ayat :
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِيْنَ
“Manusia yang beriman itu tetap sedikit, walaupun kamu berambisi menjadikannya banyak.” QS. Yusuf: 103.
Sedangkan, manusia yang durhaka (para pendosa) itu jumlahnya adalah mayoritas di muka bumi. Seperti dalam ayat:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِيْ الْأَرْضِ يُضِلُّوْكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ
“Jika kau ikuti kebanyakan manusia, niscaya kamu akan sesat karena mayoritas manusia di bumi sesat dan menyesatkanmu dari jalan Allah Swt.” QS. Al-An’am: 116.
Hikmah yang bisa diambil, tetaplah istiqomah pada jalan sunyi: taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena dalam hal ketaatan yang istiqomah, akan ada banyak yang terpanggil sesaat, tetapi hanya beberapa yang terpilih untuk istiqomah dan menetap.***
Artikel Terkait
Makna Mendalam Ramadhan: Proses Pendidikan Menuju Taqwa
Menggali Pelajaran dari Al-Qur’an tentang Kekuasaan dalam Konteks Pilpres 2024