Mengerti.id – Satu Suro biasanya bertepatan dengan malam tahun baru kalender Islam, yaitu Hijriyah yang dimulai dengan tahun bulan Muharram.
Sudah menjadi keyakinan bagi masyarakat Indonesia, khususnya pulau Jawa. Bahwa tanggal satu Suro adalah malam keramat. Sehingga tidak diperbolehkannya melaksanakan perayaan atau perjalanan jauh, karena diyakininya akan hari sial.
Ritual 1 Suro yang biasa dilakukan, seperti; memandikan benda-benda pusaka oleh pihak Keraton, sedekah laut, tidak berbicara (Tapa Bisu) bahkan pawai obor untuk merayakan malam tahun baru Islam dan serangkaian kegiatan serta larangan-larangan lainnya.
Baca Juga: Bulan Suro apa Bulan Muharram? Arti Malam 1 Suro dari Pandangan Islam dan Menurut Tradisi Jawa
Lalu, bagaimana kebiasaan dari Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat dalam menyikapi datangnya bulan Muharram ini? Berikut penjelasannya.
Sebagaimana tercantum dalam Al Quran surat At Taubah ayat 36 bahwa ada empat bulan yang dimuliakan oleh Allah, yaitu Bulan Rajab, Dzulqadah, Dzulhijah, dan Muharram. Dimana pahala amal sholeh dan perbuatan dosa akan dilipatgandakan.
Dianjurkannya oleh para ulama menambah ibadah-ibadah sunnah lainnya, karena ganjaran pahala yang akan diterimanya. Bahkan ada tambahan puasa di tanggal sembilan dan sepuluh Muharram atau biasa disebut ‘Asyura.
Pada tanggal sepuluh Muharram merupakan peringatan hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan Fir’aun, dan keutamaannya dihapuskannya dosa setahun yang lalu.
Baca Juga: Kumpulan Ide Ucapan Kesan dan Pesan untuk Kakak OSIS Panitia MPLS 2023: Simpel, Unik dan Bermakna
Karena hal ini pun dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani pada saat itu, maka Rasulullaah shalallaahu ‘alaihi wasallam mengajak para sahabat untuk melaksanakan puasa di tanggal sembilannya pada tahun berikutnya untuk membedakan.
Pada channel Youtube Khalid Basalamah Official, beliau menyebutkan tentang hadits-hadits lemah berhubungan dengan bulan Muharram yang mahsyur di kalangan masyarakat, seperti;
1. Dari Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Maudhu’at menyebutkan hadits, ‘barangsiapa yang puasa sembilan hari pertama di bulan Muharram, maka Allah akan bangunkan kubah di udara yang memiliki empat pintu, tiap pintu jaraknya satu mil.’ Derajat hadist ini adalah palsu.
2. Masih dengan kitab yang sama, Al Jauzi menyebutkan tentang hadits, ‘barangsiapa yang puasa pada hari terakhir bulan Dzulhijah dan hari pertama bulan Muharram, maka Allah jadikan kafarat dosa selama lima tahun.’ Hadist ini juga palsu.
3. Beliau juga memalsukan hadits ini, ‘berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura, dan berilah kelonggaran dan pakaian baru untuk keluarga kalian, karena ini adalah hari dimana Allah menerima taubat Nabi Adam ‘alaihi sallam.’