Mengerti.id - Pemerintah tidak akan mengalokasikan anggaran khusus untuk penanganan pandemi COVID-19 pada tahun 2023.
Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait mekanisme pembiayaan penanganan pasien positif COVID-19 tahun 2023 harus ditanggung oleh siapa?
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2020, pembiayaan pasien COVID-19 ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Baca Juga: China Sediakan Vaksin COVID-19 Hirup, Seberapa Ampuh Vaksin ‘Nonsuntik’ Ini?
Namun, Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan bahwa mekanisme pembiayaan pasien COVID-19 disamakan dengan penanganan penyakit secara umum.
"Mulai 2023, Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak mengatur tentang pembiayaan pasien COVID-19, hanya pembatasan kegiatan masyarakat," tutur Siti seperti dikutip Mengerti.id dari Antara pada Jumat, 30 Desember 2022.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa mekanisme pembiayaan pasien COVID-19 dapat dilakukan melalui BPJS Kesehatan, Asuransi swasta, atau mandiri.
"Nanti akan mengikuti aturan pembiayaan seperti penyakit lainnya," kata Siti melanjutkan penjelasannya.
Sementara itu, Ghufron Mukti, selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan, menyampaikan terkait hal tersebut bahwa pihaknya menunggu penetapan status endemi.
"Jika sudah dinyatakan endemi, bukan pandemi lagi, BPJS Kesehatan yang akan mengcover. Tentu mekanisme pembayaran memakai INA-CBGs berdasarkan kelompok diagnosisnya apa," ucap Ghufron.
Bagi masyarakat miskin Indonesia, dapat mengajukan klaim pada semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) termasuk Puskesmas dan Rumah Sakit melalui aplikasi INA-CBGs.
Pada 2023, sejumlah komponen layanan pasien akan dikecualikan, apabila pihak pasien dan keluarga menginginkan tingkat layanan perawatan yang lebih baik.
Baca Juga: Tingkat Penularan Covid XBB Sangat Cepat, Ini Imbauan Kemenkes