Sejarah di Balik Tradisi Pria Cium Tangan Wanita di Eropa

photo author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 14:31 WIB
Ilustrasi: Dari simbol status hingga gestur sopan santun, tradisi mencium tangan wanita di Eropa tetap menjadi warisan budaya yang sarat makna klasik. (Gambar Dibuat dengan AI oleh Tim Mengerti.id)
Ilustrasi: Dari simbol status hingga gestur sopan santun, tradisi mencium tangan wanita di Eropa tetap menjadi warisan budaya yang sarat makna klasik. (Gambar Dibuat dengan AI oleh Tim Mengerti.id)

Mengerti.id - Tradisi pria mencium tangan wanita di Eropa memiliki akar budaya dan sejarah yang panjang, lahir dari lingkungan bangsawan sebagai simbol rasa hormat, kesopanan, dan pengabdian. Tindakan ini dulunya merupakan bentuk penghormatan sosial yang menunjukkan perbedaan status dan tata krama tinggi di kalangan aristokrat.

Menurut laporan yang liansir Mengerti.id dari Mentalzon, kebiasaan ini berkembang pesat pada abad ke-17 hingga ke-18, terutama di lingkungan istana Polandia–Lituania dan Spanyol. Saat itu, mencium tangan wanita dianggap sebagai tindakan sopan santun dan tanda kehormatan yang hanya dilakukan oleh pria kepada wanita dari status sosial yang sama atau lebih tinggi.

Tradisi ini berakar pada sistem sosial yang hierarkis di mana setiap gerak tubuh dan bentuk salam memiliki makna mendalam. Cium tangan menjadi simbol penghormatan terhadap martabat wanita, namun juga menandakan ketundukan dan rasa hormat seorang pria terhadap nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat aristokrat.

Dilansir dari Time Archives, kebiasaan ini diatur oleh etiket yang ketat. Misalnya, pria tidak boleh mencium tangan seorang wanita di luar ruangan atau sebelum tengah hari. Selain itu, cium tangan tidak dilakukan pada wanita yang sudah menikah tanpa izin atau dalam situasi publik yang tidak resmi.

Pada masa itu, tindakan ini juga memiliki makna religius di beberapa konteks Kristen, di mana mencium tangan atau cincin seorang pemimpin spiritual dianggap sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian. Dari sinilah kemudian berkembang praktik serupa di lingkungan istana dan bangsawan.

Seiring berjalannya waktu, tradisi ini mengalami perubahan makna. Dari awalnya simbol kesopanan dan penghormatan, perlahan bergeser menjadi isyarat romantis dan pesona dalam hubungan sosial antara pria dan wanita.

Dalam budaya Eropa Tengah seperti Polandia, Austria, dan Hungaria, tradisi mencium tangan wanita tetap bertahan lebih lama dibanding wilayah lain. Di Polandia, misalnya, kebiasaan ini masih dianggap bentuk keanggunan dan tata krama klasik hingga abad ke-20.

Namun, di sebagian besar negara Eropa Barat, tradisi ini mulai pudar seiring munculnya gaya hidup modern dan kesetaraan gender yang menekankan hubungan sosial tanpa perbedaan status.

Laporan Mentalzon menyebutkan bahwa di masa modern, cium tangan telah tergantikan oleh bentuk sapaan lain seperti cium pipi atau jabat tangan. Meski demikian, dalam beberapa kalangan konservatif atau acara resmi, gestur ini masih dianggap simbol keanggunan lama yang penuh makna. Pria yang mencium tangan wanita di zaman modern biasanya tidak bermaksud menunjukkan hierarki, melainkan mengekspresikan rasa hormat dan penghargaan terhadap keanggunan atau status sosial tertentu. Tindakan ini lebih bersifat simbolis daripada literal seperti masa lalu.

Di sisi lain, beberapa sejarawan budaya menilai bahwa tradisi ini juga mencerminkan dinamika kekuasaan dan gender pada masa lalu, di mana wanita ditempatkan sebagai sosok yang dihormati namun juga dibatasi oleh norma sosial tertentu.

Meski demikian, bagi banyak orang di Eropa, cium tangan tetap menjadi salah satu simbol klasik yang menandai era keanggunan, kesopanan, dan tata krama yang kini jarang ditemui dalam interaksi sosial modern.

Dalam konteks sejarah, gestur ini tidak hanya melibatkan romansa, tetapi juga merupakan bagian dari struktur sosial yang kompleks di mana setiap tindakan memiliki nilai dan makna yang dipahami bersama.

Cium tangan juga kerap dipandang sebagai bentuk transisi budaya antara feodalisme dan modernitas, mencerminkan bagaimana tradisi aristokrat bertahan meski tatanan sosial berubah.

Kini, meskipun jarang dipraktikkan, tradisi tersebut tetap hidup dalam memori budaya Eropa sebagai simbol keanggunan dunia lama. Banyak orang yang masih menganggapnya sebagai bentuk penghormatan lembut yang penuh nostalgia, mengingatkan pada masa ketika tata krama dan kesopanan menjadi bagian penting dari kehidupan sosial.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mengenal Leverage dalam Binance Futures

Jumat, 25 Juli 2025 | 10:46 WIB

Mengenal Reserve Rights Crypto dan Gala Games

Selasa, 11 Februari 2025 | 15:05 WIB
X