Pembicaraan Damai Rusia–Ukraina Tekan Harga Minyak Dunia

photo author
- Rabu, 26 November 2025 | 09:08 WIB
ILUSTRASI: Analis proyeksikan harga minyak tetap tertekan hingga 2026 di tengah lemahnya permintaan global. (pixabay)
ILUSTRASI: Analis proyeksikan harga minyak tetap tertekan hingga 2026 di tengah lemahnya permintaan global. (pixabay)

Mengerti.id - Harga minyak dunia turun pada Selasa 25 November 2025 seiring spekulasi kemungkinan tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina yang diprediksi dapat membuka peluang pelonggaran sanksi minyak Rusia, sehingga menambah suplai pada pasar yang sudah kelebihan pasokan. Informasi ini turut diberitakan oleh Reuters pada 25 November 2025 serta laporan pendukung dari Investing.com terkait tren pelemahan harga minyak global.

Harga minyak Brent tercatat berada di kisaran USD63,10–63,22 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun ke sekitar USD58,61–58,75 per barel. Tren pelemahan ini menandai penurunan harga minyak selama empat bulan berturut-turut, menambah kekhawatiran terhadap keseimbangan pasokan dan permintaan global.

Spekulasi pasar minyak dipicu oleh pembicaraan damai yang didukung Amerika Serikat dalam upaya mengakhiri konflik Ukraina. Putaran terbaru pembicaraan yang berlangsung di Jenewa pada Minggu dilaporkan menghasilkan draf gencatan senjata baru. Jika hal ini berujung pada pelonggaran sanksi terhadap perusahaan minyak Rusia seperti Rosneft dan Lukoil, pasokan minyak yang sebelumnya tertahan berpotensi masuk kembali ke pasar global.

Analis memperingatkan bahwa pelepasan kembali minyak Rusia tersebut dapat memperdalam kelebihan pasokan yang sudah terjadi. Di sisi lain, sanksi baru yang menargetkan produsen besar Rusia mulai berlaku pekan lalu, mendorong pembeli utama termasuk kilang India untuk mengurangi pembelian minyak Rusia.

Sebagai respons, Moskow memperkuat jalur alternatif ekspor dengan menjalin negosiasi lebih intensif dengan Tiongkok. Namun proyeksi permintaan global tetap lesu, karena Deutsche Bank dan JP Morgan memprediksi bahwa pasokan minyak global akan melampaui permintaan hingga akhir 2026, menciptakan surplus berkepanjangan.

Selain faktor geopolitik, pelaku pasar minyak juga memantau kebijakan moneter Amerika Serikat, terutama potensi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve pada pertemuan Desember. Bila suku bunga diturunkan, hal ini diperkirakan dapat mendorong aktivitas ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak.

Meski demikian, kenaikan suplai dari OPEC+ dan negara-negara non-anggota OPEC diperkirakan tetap memberikan tekanan terhadap harga. Kondisi ini membuat dukungan dari sentimen pasar global belum mampu membalikkan arah pelemahan harga minyak.

Meskipun sesekali harga mengalami kenaikan akibat sentimen optimisme penyelesaian konflik, para analis tetap melihat gambaran jangka panjang pasar minyak sebagai bearish. Kelebihan pasokan, lemahnya pertumbuhan permintaan, serta ketidakpastian perkembangan diplomatik antara Rusia dan Ukraina menjadi faktor dominan dalam pembentukan tren harga saat ini.

Pasar energi global kini menunggu perkembangan konkret dari pembicaraan damai, karena keputusan terkait sanksi minyak Rusia akan sangat menentukan arah pasar dalam beberapa bulan ke depan.

Situasi ini menjadikan industri minyak dalam fase perhatian tinggi terhadap perubahan kebijakan internasional, dengan dampak langsung tidak hanya pada produsen dan refiners tetapi juga pada stabilitas harga energi dunia.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Korea Selatan dan Taiwan Bersatu Hadapi Tarif Chip AS?

Senin, 24 November 2025 | 14:55 WIB
X