Mengerti.id - China menyampaikan "stern concerns" terhadap perjanjian perdagangan antara Malaysia dan Amerika Serikat, menurut pernyataan Kementerian Perdagangan China pada Kamis. Sikap keberatan itu muncul setelah pembicaraan resmi antara pejabat China dan Malaysia di Beijing.
Kementerian tersebut meminta Malaysia agar mempertimbangkan persoalan ini secara tepat dan sesuai kepentingan jangka panjangnya. Beijing menyatakan bahwa pihaknya mendukung Malaysia menyelesaikan perbedaan melalui kerja sama perdagangan dengan negara lain, selama tidak berdampak buruk terhadap kepentingan China.
Langkah diplomatik ini berkaitan dengan kesepakatan perdagangan yang ditandatangani pada akhir Oktober antara Amerika Serikat dan Malaysia. Dalam perjanjian itu, Kuala Lumpur menyepakati penyesuaian kebijakan pengendalian ekspor dan kebijakan keamanan ekonomi mengikuti arahan Washington.
Malaysia setuju untuk selaras dengan seluruh kebijakan kontrol ekspor unilateral yang diberlakukan Amerika Serikat dan mengadopsi pembatasan impor yang sama ketika Washington menetapkannya terhadap negara ketiga atas pertimbangan ekonomi atau keamanan nasional.
Perjanjian tersebut juga menyentuh isu mineral kritis dan elemen tanah jarang. Malaysia menyatakan komitmennya agar tidak melarang atau menerapkan kuota ekspor ke Amerika Serikat. Ketentuan ini menjadi perhatian mengingat dominasi China dalam pengolahan tanah jarang dunia yang mencapai hampir 90 persen, serta perkiraan cadangan tanah jarang Malaysia sebesar 16,2 juta ton.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Abdul Aziz pada Kamis menyampaikan bahwa Malaysia tidak memiliki rencana menegosiasikan ulang perjanjian tersebut. Ia sebelumnya menegaskan bahwa Malaysia tetap mempertahankan larangan ekspor bahan tanah jarang mentah dan mengupayakan aliran investasi serta transfer teknologi untuk pengolahan di dalam negeri.
Dalam dokumen perjanjian itu terdapat klausul yang memungkinkan Amerika Serikat menghentikan kesepakatan apabila Malaysia menjalin perjanjian perdagangan dengan suatu negara yang dianggap dapat mengancam kepentingan esensial AS.
Isu ini menempatkan Malaysia dalam posisi diplomatik yang sensitif. Di satu sisi, Malaysia ingin menjaga hubungan perdagangan dan investasi dengan Amerika Serikat. Di sisi lain, Malaysia juga memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan China.
Kondisi tersebut memperlihatkan bagaimana peta geopolitik global terus memengaruhi arah kebijakan dagang di kawasan Asia Tenggara. Malaysia kini berada dalam sorotan internasional terkait keseimbangan strategi perdagangannya.
Dilansir Mengerti.id dari Newsmax pada Kamis, 27 November 2025, persoalan ini menjadi titik krusial dalam dinamika hubungan tiga negara: Malaysia, China, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut memiliki kepentingan ekonomi dan keamanan yang saling berkaitan dalam industri teknologi, manufaktur, serta produk strategis seperti mineral tanah jarang.***