Mengerti.id - Di usia yang memasuki 130 tahun, BRI tetap teguh pada misinya sebagai bank yang hadir untuk rakyat. Lembaga ini berdiri pada 16 Desember 1895 di Purwokerto, didirikan oleh seorang Patih bernama Raden Aria Wirjaatmadja melalui institusi awal bernama Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Pertolongan dan Tabungan Priyayi Purwokerto, yang bertujuan menyediakan akses keuangan yang lebih adil bagi pegawai pribumi.
Sebelum lembaga tersebut resmi dibentuk, Raden Aria Wirjaatmadja diketahui telah kerap memberikan bantuan secara pribadi. Saat itu, kabar mengenai kedermawanannya cepat menyebar di tengah masyarakat, namun semakin banyaknya permohonan bantuan membuat dana pribadi yang ia sisihkan tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Menyadari semakin besarnya kebutuhan masyarakat, Raden Aria Wirjaatmadja kemudian berdiskusi dengan beberapa orang kepercayaannya seperti Atma Sapradja, Atma Soebrata, dan Djaja Soemitra untuk mencari alternatif sumber pendanaan. Dari pertemuan tersebut muncul ide untuk memanfaatkan kas Masjid Purwokerto sebagai dana tambahan.
Baca Juga: Wujud Kepedulian Sosial, BRI Salurkan Bantuan untuk Warga Terdampak Bencana di Sumut-Sumbar
Dukungan pun mengalir dari Penghulu Masjid Purwokerto, Kiai Mohammad Redja Soepena, serta Asisten Residen E. Sieburgh yang menilai tujuan penggunaan kas masjid ini bersifat baik dan dana diyakini akan kembali, bahkan E. Sieburgh mengusulkan pembentukan komisi pengelola yang diketuai langsung oleh Raden Aria Wirjaatmadja.
Namun, rencana tersebut terhenti akibat aturan pemerintah Hindia Belanda yang melarang pemanfaatan dana masjid untuk kegiatan di luar urusan ibadah. Kendati demikian, penghentian ini tidak memengaruhi kepercayaan masyarakat karena kegiatan pinjam-meminjam yang telah berlangsung tetap berjalan dan para peminjam mengembalikan dana secara tertib.
Perkembangan yang semakin baik ini turut menarik perhatian para priyayi Eropa di Purwokerto yang berhaluan politik etis, sehingga mereka memberikan dukungan penuh terhadap rencana peresmian lembaga peminjaman tersebut.
Kehadiran para investor juga memperkuat pandangan bahwa De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Priyayi Purwokerto memiliki prospek cerah dan layak dijadikan sarana penanaman modal.
Sebagai catatan, lembaga ini mengalami sejumlah perubahan nama, mulai dari Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren (1895), kemudian menjadi De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw Credietbank atau Volksbank, sebelum berganti menjadi Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene pada 1912.
Pada 1934, nama tersebut berubah lagi menjadi Algemene Volkscredietbank (aVB), dan selama masa pendudukan Jepang diubah menjadi Syomin Ginko (1942–1945).
Setelah Indonesia merdeka, kedudukan BRI semakin dipertegas melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 yang menetapkan BRI sebagai bank umum dengan peran strategis sebagai agen pembangunan.
Dhanny selaku Corporate Secretary BRI menyampaikan bahwa selama 130 tahun perjalanannya, BRI tidak hanya berkembang menjadi salah satu institusi keuangan terbesar, tetapi juga menjadi penopang utama perekonomian rakyat.
“Sebagai institusi yang telah berdiri lebih dari satu abad, BRI terus memperkuat inklusi keuangan. Dengan basis nasabah terbesar dan jaringan layanan yang luas, kami berkomitmen menghadirkan akses keuangan yang merata hingga pelosok negeri,” ujarnya.
BRI kini berkembang menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia dengan fokus utama pada segmen UMKM. Melalui Holding Ultra Mikro yang menaungi BRI, Pegadaian, dan PNM, lembaga ini telah melayani 34,5 juta debitur aktif serta mengelola 185 juta rekening simpanan mikro.