Mengerti.id - Fakta adanya pluralitas agama atau keberagaman agama adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Ketika pluralitas tersebut dibungkus dalam sebuah perspektif tertentu akan menghasilkan konsep pluralisme agama.
Lantas apa definisi dan titik kritis pluralisme agama?
Baca Juga: Decul itu Siapa? Inilah Arti Istilah Para Fans FC Barcelona dari Rival Abadinya Real Madrid
Definisi Pluralisme Agama
Pluralisme (agama) terdiri atas dua hal. Yaitu pertama, tentang deskripsi realitas bahwa ada konteks keanekaragaman agama.
Kedua, yaitu perspektif atau kacamata filosofis untuk menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada.
Menurut Josh McDowell ada dua jenis pluralism, pertama pluralisme tradisional (social pluralism) yang disebut juga “negative tolerance”.
Pluralisme tradisional yaitu menghormati keimanan dan praktik ibadah orang atau pihak lain tanpa ikut serta dalam perayaan mereka.
Baca Juga: Polenta Adalah Apa? Salah Satu Hidangan Pengganti Nasi Khas Italia yang Jadi Tantangan di MasterChef
Yang kedua, pluralisme baru (religious pluralism) atau disebut positive tolerance yaitu setiap keimanan, nilai keyakinan, gaya hidup dan klaim kebenaran terhadap keyakinannya itu adalah sama (equal).
Sehingga jika merujuk pada pendapat McDowell bahwa pluralisme agama yaitu suatu sikap atau pandangan yang menganggap semua agama dan keyakinan adalah sama.
Hal-hal yang menjadi titik kritis dalam konsep pluralisme
1. Aspek normatif, dalam perspektif ini akidah Islam tidak memandang semua agama itu benar dan sama, sehingga terkait dengan semua agama adalah sama-sama benar menjadi sebuah kesalahan atau kekeliruan yang sangat mendasar dari aspek normatif.