Mengerti.id – Popular Mechanics merilis sebuah seri video multi-part pada Minggu, 24 November 2024, yang menampilkan perdebatan ilmiah mengenai fenomena precognition atau kemampuan manusia merasakan peristiwa masa depan. Publikasi video tersebut menghadirkan pandangan berbeda dari para peneliti, baik yang mendukung maupun menentang keberadaan kemampuan tersebut, sebagaimana sumber yang disebutkan di bahan.
Dalam seri tersebut, Dean Radin, Chief Scientist di Institute of Noetic Sciences sekaligus penulis "The Science of Magic," berpendapat bahwa meta-analisis dari forced-choice experiments yang melibatkan jutaan percobaan memperlihatkan hasil yang signifikan dalam skala statistik. Radin menyatakan dalam kutipannya bahwa meta-analisis tersebut menunjukkan "sebuah efek yang sangat kecil, tetapi secara statistik memang nyata".
Julia Mossbridge, affiliate professor di University of San Diego, menjelaskan definisinya mengenai precognition sebagai intuisi "yang hanya dapat dijelaskan dengan menerima informasi dari masa depan". Ia juga menambahkan bahwa fenomena tersebut tampak pada respons fisiologis seperti perubahan detak jantung dan dilatasi pupil sebelum stimulus yang dipilih secara acak muncul.
Sebaliknya, skeptisisme datang dari kalangan psikologi seperti Chris French dari Goldsmiths, University of London, dan Richard Wiseman dari University of Hertfordshire. French menyampaikan keraguannya terhadap bukti empiris fenomena ini dengan mengatakan: "Saya telah melakukan banyak pengujian terhadap orang-orang yang mengaku memiliki kemampuan psikis selama bertahun-tahun. Saya belum pernah melihat bukti yang benar-benar meyakinkan tentang efek tersebut".
Wiseman turut memberikan pandangan kritis terkait replikasi studi dalam bidang ini. Ia menyatakan bahwa meski beberapa studi menunjukkan hasil awal yang menjanjikan, "selama ini orang-orang melakukan studi individual dan berkata, oh Tuhan, ada sesuatu yang terjadi," sebelum akhirnya studi-studi tersebut gagal direplikasi atau menunjukkan adanya artifact.
Perdebatan tersebut semakin menarik perhatian publik dengan adanya tawaran hadiah sebesar setengah juta dolar dari Center for Inquiry bagi siapa pun yang dapat memberikan bukti kemampuan psikis secara terukur. Tawaran tersebut hingga kini masih belum pernah diklaim selama puluhan tahun.
Radin juga menghubungkan fenomena precognition dengan mekanisme hukum kuantum. Ia menyampaikan bahwa "momen sekarang dipengaruhi oleh masa lalu, tetapi juga dipengaruhi oleh masa depan" serta merujuk pada penelitian delayed-choice quantum eraser yang memperlihatkan bagaimana tindakan di masa depan tampak mempengaruhi keadaan di masa lalu. Menurut Radin, aktivitas otak pada skala kuantum memungkinkan terciptanya "semacam kualitas tanpa waktu di mana masa depan dan masa lalu saling bercampur".
Isu precognition pernah menjadi sorotan besar pada 2011 setelah psikolog Cornell, Daryl Bem, mempublikasikan studi yang mengklaim adanya bukti precognition. Penelitian tersebut memicu krisis replikasi di bidang psikologi ketika sejumlah peneliti lain mencoba, namun gagal dalam mereplikasi hasil yang diklaim Bem.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian CIA yang telah dideklasifikasi pada 1995, ditemukan bahwa presentiment dianggap "sebagian besar tidak menunjukkan replikasi yang berhasil atau paling baik menghasilkan replikasi yang campuran" oleh para ahli statistik yang terlibat. Meski begitu, upaya replikasi lanjutan terhadap studi-studi terkait menghasilkan temuan yang beragam.
Riset terkini di Institute of Noetic Sciences menunjukkan tubuh manusia bereaksi terhadap stimulus emosional di masa depan dalam rentang beberapa ratus milidetik sebelum stimulus tersebut benar-benar terjadi. Pengukuran dilakukan melalui indikator seperti skin conductance dan aktivitas otak.
Walau demikian, parapsikolog Etzel Cardeña pada 2025 mengakui bahwa fenomena "precognitive priming" membuktikan "mostly lack of or at best mixed recent replications" berdasarkan hasil riset terbaru.***