Mengerti.id - Misteri karat di permukaan Bulan akhirnya terjawab. Peneliti dari Macau University of Science and Technology menemukan bahwa oksigen dari atmosfer Bumi dapat menempuh jarak 239.000 mil melintasi ruang angkasa dan memicu terbentuknya karat di Bulan.
Menurut laporan Geophysical Research Letters bulan ini, penelitian ini menjadi bukti eksperimental pertama dari fenomena yang disebut "Earth wind". Fenomena ini mendorong reaksi kimia di Bulan yang selama ini sulit dijelaskan.
Tim peneliti yang dipimpin oleh ilmuwan planet Ziliang Jin mereplikasi kondisi permukaan Bulan di laboratorium. Mereka menembakkan ion hidrogen dan oksigen berenergi tinggi ke mineral kaya zat besi yang diketahui ada di Bulan.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa ion oksigen mampu mengoksidasi besi logam, besi sulfida, dan ilmenit yang terdapat dalam regolith Bulan. Proses ini membentuk hematit—nama ilmiah untuk karat. "Temuan kami menawarkan penjelasan praktis atas pembentukan dan distribusi hematit di Bulan," tulis para peneliti dalam studi bertajuk Earth wind-driven formation of hematite on the lunar surface.
Menariknya, tim juga menemukan bahwa ion hidrogen berenergi tinggi dari Earth wind dapat mereduksi hematit kembali menjadi besi logam. Hal ini menjelaskan mengapa pembentukan karat di Bulan bergantung pada energi dan rasio partikel yang sampai ke permukaannya.
Fenomena ini pertama kali membingungkan komunitas ilmiah ketika misi Chandrayaan-1 milik India mendeteksi hematit di dekat kutub Bulan pada 2020. Kala itu, penemuan tersebut dianggap aneh karena karat biasanya membutuhkan air dan oksigen—dua elemen yang hampir tidak ada di Bulan.
Shuai Li, ilmuwan planet dari University of Hawaii yang memimpin tim penemu hematit pada 2020, menyebut penemuan baru ini sebagai "eksperimen yang hebat". Ia sebelumnya menduga oksigen dari Bumi bisa menjadi kunci terbentuknya karat di Bulan.
Fenomena ini terjadi sekitar lima hari setiap bulan ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Pada periode tersebut, partikel Matahari terhalang, sementara nitrogen, hidrogen, dan oksigen dari atmosfer atas Bumi dapat mencapai permukaan Bulan.
Notebookcheck melaporkan bahwa penelitian ini menunjukkan adanya hubungan geokimia yang lebih kuat antara Bumi dan Bulan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dengan kata lain, Bulan berfungsi sebagai arsip geologis interaksi jangka panjangnya dengan Bumi. Temuan ini juga diperkirakan akan memengaruhi misi eksplorasi Bulan di masa depan.
Implikasinya tidak hanya pada pemahaman ilmiah, tetapi juga pada perancangan peralatan yang lebih tahan terhadap proses oksidasi di Bulan.
Menurut Nature, penemuan ini membuka wawasan baru bahwa Bumi dan Bulan lebih saling terhubung daripada sekadar hubungan gravitasi. Dengan bukti baru ini, ilmuwan semakin yakin bahwa Bulan menyimpan jejak sejarah interaksi dengan Bumi yang bisa membantu memahami evolusi sistem tata surya.***