Trump Naikkan Tarif 100 Persen untuk China, Beijing Balas dengan Biaya Pelabuhan Baru

photo author
- Minggu, 12 Oktober 2025 | 20:48 WIB
Ilustrasi: Perang dagang AS-China kembali memanas, dengan kebijakan tarif dan biaya pelabuhan yang berpotensi mengguncang perdagangan global. (Pexels/Chanaka)
Ilustrasi: Perang dagang AS-China kembali memanas, dengan kebijakan tarif dan biaya pelabuhan yang berpotensi mengguncang perdagangan global. (Pexels/Chanaka)

Mengerti.id - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif hingga 100 persen untuk barang impor asal China. Tak butuh waktu lama, Beijing langsung merespons dengan kebijakan balasan berupa biaya pelabuhan baru untuk kapal berbendera AS.

Dilansir dari Reuters pada Jumat 10 Oktober 2025, Trump mengumumkan bahwa tarif tambahan tersebut akan mulai berlaku pada 1 November 2025. Kebijakan ini menambah tarif yang sudah ada sebesar 30 persen, sehingga total beban tarif untuk barang asal China mencapai 130 persen.

“Amerika Serikat akan memberlakukan tarif 100 persen terhadap China, di atas tarif yang saat ini sudah berlaku,” tulis Trump dalam unggahan di platform Truth Social. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah akan memberlakukan pembatasan ekspor terhadap “semua perangkat lunak penting” pada tanggal yang sama.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap keputusan China memperluas pembatasan ekspor mineral tanah jarang — komponen vital bagi industri teknologi, kendaraan listrik, dan sistem pertahanan. China diketahui menguasai lebih dari 90 persen pasokan global mineral tersebut.

Sebagai balasan, Kementerian Transportasi China pada Sabtu mengumumkan penerapan biaya khusus bagi kapal berbendera AS yang bersandar di pelabuhan China mulai 14 Oktober 2025. Biaya pelabuhan ditetapkan sebesar 400 yuan atau sekitar Rp880 ribu per ton bersih.

Kebijakan itu tidak berhenti di situ. Biaya pelabuhan akan meningkat bertahap menjadi 640 yuan pada April 2026, 880 yuan pada April 2027, dan mencapai 1.120 yuan atau sekitar Rp2,47 juta per ton pada April 2028.

Langkah ini secara jelas merupakan bentuk balasan terhadap kebijakan AS yang juga mengenakan biaya serupa bagi kapal berbendera China. Pemerintah China menegaskan bahwa kebijakan baru ini bertujuan untuk menjaga “keseimbangan dan keadilan” dalam hubungan perdagangan maritim antara kedua negara.

Menurut analis maritim Erik Broekhuizen dari Poten & Partners, kebijakan balasan China memiliki jangkauan luas karena tidak hanya berlaku bagi kapal berbendera AS, tetapi juga bagi perusahaan pelayaran yang memiliki kepemilikan saham AS sebesar 25 persen atau lebih.

“Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh perusahaan AS, tetapi juga oleh investor global yang menanamkan modal dalam industri pelayaran internasional,” kata Broekhuizen seperti dikutip CBS News.

Kebijakan ini menambah ketegangan ekonomi yang sudah meningkat selama beberapa bulan terakhir. Pasar global bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut, dengan saham di sektor manufaktur dan logistik mengalami penurunan tajam. Pelaku industri di kedua negara memperingatkan bahwa perang tarif ini bisa mengganggu rantai pasok global, terutama di sektor energi dan otomotif yang sangat bergantung pada komponen dan bahan baku lintas negara.

Trump sebelumnya telah berulang kali menuduh China menggunakan kebijakan ekspor mineral sebagai “senjata ekonomi” untuk menekan industri AS. Ia menegaskan bahwa langkah tarif baru ini dimaksudkan untuk “melindungi kepentingan nasional dan pekerjaan bagi warga Amerika.”

Sementara itu, pejabat Kementerian Perdagangan China menyebut tindakan AS sebagai bentuk provokasi ekonomi. “China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mempertahankan hak dan kepentingan sahnya,” ujar juru bicara kementerian dalam pernyataan resminya.

Pengamat hubungan internasional memperkirakan bahwa kedua negara tidak akan mencapai kesepakatan dagang dalam waktu dekat, terutama setelah Trump membatalkan rencana pertemuan dengan Presiden Xi Jinping yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung dalam dua minggu ke depan. Dengan eskalasi terbaru ini, perang dagang AS-China tampaknya memasuki babak baru yang lebih agresif, dengan potensi dampak besar terhadap ekonomi global menjelang akhir 2025.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Korea Selatan dan Taiwan Bersatu Hadapi Tarif Chip AS?

Senin, 24 November 2025 | 14:55 WIB
X