Pancasila Tergembok di Kamar Pengap

photo author
- Sabtu, 1 Oktober 2022 | 09:01 WIB
ilustrasi: Pancasila (Mengerti)
ilustrasi: Pancasila (Mengerti)

Mengerti.id - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi tahun 2020 lalu pada sebuah wawancara dengan media mengeluarkan pernyataan yang menghebohkan perihal Pancasila. Yudian menyatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah Agama.

Pria kelahiran Banjarmasin ini menyinggung kelompok-kelompok tertentu yang menurutnya telah mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Mereka antara lain membuat Ijtima Ulama untuk menentukan calon wakil presiden. Ketika manuvernya kemudian tak seperti yang diharapkan, bahkan cenderung dinafikan oleh politisi yang didukungnya, mereka akhirnya kecewa.

"Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," papar Yudian yang saat itu masih masih merangkap sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

Kontan pernyataan ini menuai banyak kecaman dari banyak pihak. Kalimat yang di lontarkan Yudian tersebut dianggap telah mempertentangkan agama dengan Pancasila.

Pancasila lagi-lagi menjadi tranding topic pembicaraan di ruang-ruang publik karena masalah ini. Televisi hingga media sosial sesak dengan perdebatan mengenai posisi agama dalam Pancasila.

Soal Pancasila menjadi bahan perdebatan di media bukan barang baru, begitu juga dengan tema yang diangkat. Indonesia sudah 77 tahun merdeka, Pancasila sudah menjadi bagian dari negeri ini sejak saat itu, namun diskusi hanya berkutat tentang agama, komunis dan sejenisnya.

Pancasila muncul atau dimunculkan untuk isu-isu yang tak pernah jauh dari kasus intoleransi, khilafah, palu arit dan soalan-soalan semacam itu saja. Pancasila seperti terpenjara pada ruang itu saja. Tergembok di kamar pengap untuk mengurusi kelompok-kelompok yang bertikai atas nama agama, bendera bertuliskan lafal lailahailallah atau logo-logo palu arit.

Tahun 2016, pemerintah Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir (Harlah) Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni. Keputusan ini mengembalikan tradisi Orde Lama yang sempat hilang pada masa Orde Baru.

Keputusan Presiden ini seakan memberikan harapan Pancasila akan dipandang kembali pada proses lahirnya, dari gagasan besar Soekarno mengenai Indonesia. Selama Soeharto memimpin, Pancasila hanya diperingati pada 1 Oktober, dimana tanggal itu berkaitan dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang dikenal dengan G30S/PKI.

Namun apakah sekarang kita benar-benar sudah kembali memandang Pancasila seperti yang dicita-citakan para pendiri Republik Indonesia?

Kenyataanya, bangsa ini seperti enggan untuk mengajak Pancasila untuk jalan-jalan keluar untuk menyelesaiakan masalah-masalah genting di negeri ini. Kepala kita semua berhasil menangkap cahaya Pancasila di foto seorang biksu yang membantu muslim mengambil air wudhu, atau potret wanita berjilbab dan seorang Suster Katolik bergandengan tangan untuk menyeberang jalan, tetapi gagal atau tidak pernah mampu merasakan getaran Pancasila di Polisi jujur, guru honorer yang mengajar, pejabat yang tak korup dan lainnya.

Alam bawah sadar kita seperti sudah diatur untuk menterjemahkan Pancasila pada konteks yang sangat terbatas. Apa dan siapa yang membuat Pancasila jadi sedemikan kerdil?

Pancasila disuarakan dengan lantang pada kasus pengahalangan pendirian Gereja atau Musala, namun membisu pada perkara korupsi. Dimana posisi Ketuhanan Yang Maha Esa-nya para pejabat yang tega mencuri miliaran atau bahkan triliunan rupiah uang rakyat?

Pernahkan kita gelisah mengenai sistem pendidikan kita saat ini, apakah sudah menghasilkan manusia yang adil dan beradab? Kemana Pancasila?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Lazuardi Ansori

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Menjadi ASN, Kebanggaan atau Pengabdian?

Minggu, 26 Oktober 2025 | 22:31 WIB

Paskibraka Dilarang Berjilbab dan Residu Orde Baru

Senin, 19 Agustus 2024 | 06:51 WIB

Cinta Kasih: Meminum Air dari Kamar Mandi

Rabu, 20 Maret 2024 | 12:02 WIB

Pemilih Gibran dan Bocah ke Sekolah Tak Pakai Helm

Kamis, 22 Februari 2024 | 09:34 WIB

Mahkamah Keluarga dan Menanti Serangan Balik Gibran

Senin, 16 Oktober 2023 | 22:39 WIB

Hiperealitas dan Fanatisme Penggemar K-Pop

Selasa, 30 Mei 2023 | 12:49 WIB

Aremania, Yang Terbaik itu Kini Terbalik

Kamis, 2 Februari 2023 | 07:11 WIB

Pancasila Tergembok di Kamar Pengap

Sabtu, 1 Oktober 2022 | 09:01 WIB
X